Pantai Minahasa Selatan, Sulawesi Utara (Sulut) mengalami abrasi. Sejumlah warga sekitar menjadi korban di tengah cuaca yang kurang bersahabat.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengintensifkan alat pengamatan cuaca untuk memperkuat deteksi dini kecuacaan di tengah potensi bahaya abrasi susulan.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan ratusan peralatan BMKG tersebar di seluruh Sulut. Salah satu alat yang dipasang adalah Peralatan Pengamatan Cuaca Otomatis atau AWS yang sudah lama beroperasi dan terpasang di halaman depan Kantor Bupati Minahasa Selatan.
Hal itu Guswanto sampaikan di sela rapat koordinasi di Kantor Bupati Minahasa Selatan bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jumat (17/6).
Setelah melakukan rapat koordinasi di Kantor Bupati Minahasa Selatan, rombongan BNPB dan BMKG melakukan peninjauan di lokasi abrasi dan mengunjungi posko pengungsi.
Guswanto menambahkan bahwa tim juga sudah membawa beberapa peralatan pengamatan cuaca otomatis yang bersifat portable PAWS sehingga bisa dipasang di lokasi yang ditinjau.
BMKG, kata dia, juga akan melakukan kajian lanjutan dan memasang Portable Digital Seismometer (PDS) untuk mengukur frekuensi natural atau periode dominan di dekat lokasi abrasi di Pantai Minahasa Selatan.
Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo yang turut mendampingi Deputi Meteorologi juga memberi imbauan kepada masyarakat pesisir agar waspada dan menyiapkan upaya adaptasi mitigasi terhadap lima bahaya pesisir.
Beberapa bahaya pesisir yang bisa mengancam masyarakat pesisir, kata dia, meliputi rob/ banjir pesisir, abrasi, gelombang tinggi, storm surge/badai dan tsunami.
“Masyarakat pesisir wajib memahami kondisi topografi lingkungannya,” katanya.
Adapun abrasi di Pantai Minahasa Selatan membuat puluhan keluarga atau ratusan jiwa di Amurang, Minahasa Selatan, harus mengungsi.
Ratusan warga mengungsi di Aula Gereja GMIM Centrum dan Aula Kantor Kelurahan Lewet, Kecamatan Amurang.