Fenomena bergugurannya perusahaan rintisan atau startup di Indonesia merupakan suatu hal yang lumrah. Menurut Executive Director Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri, bisnis model dari startup harus banyak berubah agar perusahaan rintisan tersebut menjadi lebih sustainable dan tidak hanya bergantung pada gelontoran dana dari investor saja.
Menurut Yose Rizal, dalam contestable market ini perusahaan-perusahaan rintisan memang dituntut harus terus berinovasi. Karena jika tidak, akan mudah sekali didahului oleh kompetitor. Dalam proses yang alami tersebut, yang terpenting adalah bagaimana pemerintah tetap membuka peluang persaingan yang sehat bagi perusahaan-perusahaan rintisan.
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyebut fenomena musim gugur startup ini terjadi bukan tanpa alasan. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab, salah satunya adalah kurangnya inovasi. “Kita lihat LinkAja, di mana seharusnya LinkAja mempunyai pertumbuhan yamg pesat mengingat dompet digital menjadi salah satu yang menonjol di masa sekarang ini. Namun mereka gagal bersaing karena tidak punya inovasi,” kata Nailul
“Karena pada dasarnya produk yang dijual oleh stratup digital adalah inovasinya. Kalau menurut saya LinkAja gagal bersaing karena mereka tidak memiliki inovasi yang bagus dan juga tidak memiliki ekosistem yang kuat sih sebenernya,” tambahnya. Lebih lanjut Nailul memaparkan, ketika startup tumbuh terlalu cepat, namun lupa kalau sebenarnya stratup butuh pendanaan untuk bisa bersaing dan memberikan insentif kepada konsumen, maka yang terjadi adalah baku hantam natar startup.
Belakangan ini, terpantau perusahaan rintisan di dalam negeri mulai kewalahan. Sejumlah perusahaan pun ramai mengumumkan PHK secara massal kepada karyawan. Beberapa startup ‘raksasa’ yang belum lama ini mengumumkan PHK ialah Zenius, JD.ID, dan LinkAja. Ada beragam alasan yang melatarbelakangi perusahaan melakukan PHK atau bahkan sampai menutup perusahaannya, mulai dari kondisi ekonomi yang lesu, hingga efisiensi perusahaan.
Startup edukasi Zenius melakukan PHK terhadap 200 karyawan mereka. Hal tersebut terjadi lantaran perusahaan terdampak kondisi makro ekonomi terburuk dalam beberapa dekade terakhir. Zenius menyebut, langkah PHK karyawan ditempuh karena perusahaan terdampak kondisi makro ekonomi terburuk. Mereka mengaku perlu melakukan konsolidasi dan sinergi proses bisnis untuk memastikan keberlanjutan.Dan, salah satu implikasi dari strategi adalah perubahan peran di beberapa fungsi bisnis seiring dengan optimalisasi dan efisiensi proses bisnis yang dijalankan.