Data publikasi Kementerian Keuangan Amerika Serikat memperlihatkan tingginya animo masyarakat Indonesia berinvestasi di Amerika Serikat (AS). Aset long term securities investor Indonesia di pasar modal AS mengalami peningkatan hingga 9,87 kali lipat dalam kurun waktu September 2018 hingga September 2022.
Nilai aset naik dari 358 juta dolar AS di tahun 2018 menjadi 3,5 miliar dolar AS di tahun 2022. Peningkatan aset ini terjadi justru di saat negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand mengalami penurunan.
Kementerian Keuangan AS (US Department of Treasury) secara rutin mempublikasikan data aset sekuritas (efek) termasuk saham lintas batas yang diperdagangkan oleh penduduk luar negeri. Termasuk juga efek luar negeri yang diperdagangkan oleh penduduk AS. Publik bisa mengaksesnya di https://home.treasury.gov/data/treasury-international-capital-tic-system-home-page/tic-forms-instructions/securities-b-portfolio-holdings-of-us-and-foreign-securities.
Sebagai pengembang aplikasi yang bermitra dengan PT. Valbury Asia Futures untuk memberikan akses investor ritel Indonesia ke perusahaan terbuka di AS, Gotrade Indonesia mengapresiasi perkembangan positif ini. Gotrade meyakini pertumbuhan masif tersebut masih akan terjadi di tahun 2023. Kinerja tahun lalu tersebut membuat Gotrade akan melakukan berbagai ekspansi usaha di tahun ini.
Vice President Gotrade Indonesia – Ajisatria Suleiman sendiri meyakini, bahwa penduduk Indonesia sudah sejak lama memanfaatkan produk keuangan di Amerika Serikat sebagai sarana mengelola diversifikasi risiko investasi. Aji menilai ketidakpastian ekonomi global juga menjadi pendorong kebutuhan diversifikasi risiko tersebut.
“Statistik ini menunjukkan buktinya. Namun sayangnya, selama ini opsi penting diversifikasi investasi ini hanya dimiliki oleh kalangan terbatas saja. Tapi sekarang, dengan adanya platform Gotrade pada Valbury yang aman dan didukung kerangka regulasi Indonesia yang ketat, semua lapisan investor ritel Indonesia akan mudah memasuki bursa AS sebagai salah satu opsi portofolio investasi mereka,” jelas Aji.
Selama ini Gotrade Indonesia sendiri merupakan sistem resmi dan legal yang digunakan oleh Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) untuk menyelenggarakan Penyaluran Amanat Nasabah melalui PT. Valbury Asia Futures, suatu pialang berjangka yang berizin resmi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Lewat Valbury Asia Futures, investor Indonesia dapat mengakses berbagai bursa berjangka luar negeri. Seluruh transaksi menjadi aman dan tercatat di BBJ dan lembaga Kliring Berjangka Indonesia (KBI).
Sejak tahun lalu, Gotrade telah memfasilitasi BBJ untuk menyediakan trading kontrak derivatif saham fraksional ke dua bursa terbesar dunia di AS. Di New York Stock Exchange (NYSE) dan NASDAQ, saat ini Gotrade menyediakan total 50 saham emiten yang dapat diperjualbelikan dengan mudah dan terjangkau. Sistem perdagangan ini sepenuhnya mengacu pada Peraturan Bappebti Nomor 2 tahun 2022.
Ketidakpastian Ekonomi Global Dorong Diversifikasi Risiko
Aji menambahkan bahwa data yang dipublikasikan oleh US Department of Treasury ini sesuai dan konsisten dengan data internal investasi yang dimiliki Gotrade. Menurutnya, hampir 90 persen nasabah Gotrade yang berinvestasi di NASDAQ dan NYSE, juga memiliki portofolio bursa saham lokal di Indonesia.
“Dari total portofolio tersebut, mereka rata-rata mengalokasikan hanya sekitar sepertiga investasinya untuk produk keuangan di AS. Mayoritasnya tetap berinvestasi di berbagai saham di Bursa Efek Indonesia. Artinya, pengguna Gotrade sudah secara sadar melakukan praktik diversifikasi risiko antara bursa lokal dan global,” lanjut Aji.
Di tempat terpisah, Ekonom Josua Pardede juga menekankan pentingnya diversifikasi risiko. Menurut Josua kondisi memperkirakan ekonomi global yang cenderung melambat akan mendorong potensi ketidakpastian global di sepanjang tahun 2023.
“Kondisi tersebut mendorong investor untuk melakukan diversifikasi portofolio keuangannya agar imbal hasil yang didapatkan mampu lebih optimal. Diversifikasi juga akan membantu meminimalisasi risiko, terutama risiko resesi global di negara maju,” jelas Josua.
Di masa depan, platform seperti Gotrade berharap dukungan regulasi dapat semakin kuat. Gotrade melihat adanya momentum untuk memperkuat fundamental industri ini, khususnya dengan disahkannya UU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang baru saja ketok palu.
“Kami dari pelaku usaha siap untuk mendukung aturan yang sudah ditunggu publik ini. Jika diperlukan, kami siap untuk memberikan banyak masukan kepada Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan OJK. Terutama mengenai peluang maupun tantangan yang dihadapi sehari-hari di industri ini. Agar di masa depan, literasi investasi investor ritel pemula akan terus meningkat,” pungkas Aji.