Businessasia.co.id – Transformasi digital dan pemanfaatan kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) telah mendorong perubahan besar di berbagai sektor kehidupan. Kesiapan sumber daya manusia (SDM) menjadi kunci agar teknologi ini bisa dimanfaatkan secara optimal. SDM yang adaptif dan melek digital sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan era baru ini.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) periode 2021-2025, Dr. Eng. Hary Budiarto, M.Kom., IPM., merupakan salah satu sosok kunci dalam upaya mempersiapkan SDM Indonesia untuk menghadapi tantangan di era digital. Ia telah memberikan kontribusi besar dalam membangun ekosistem pengembangan talenta digital nasional, mencetak ribuan tenaga kerja terampil, dan memperkuat talenta digital di berbagai sektor.
Menurut Hary, masyarakat di era AI bisa dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu AI impacted, AI user, dan AI developer. AI impacted merupakan orang-orang yang terdampak oleh keberadaan AI. Mereka sebagian besar berasal dari generasi yang belum akrab dengan teknologi sehingga rentan termakan hoaks atau informasi palsu buatan AI. “Karena itu perlu ada literasi digital kepada masyarakat supaya mereka bisa membedakan ini berita palsu apa tidak, berita tersebut dibuat dengan AI atau tidak,” ujar Hary saat wawancara secara daring dengan Business Asia Indonesia pada Selasa (15/7/2025).
Golongan berikutnya adalah AI user yaitu mereka yang telah memanfaatkan AI dalam membantu aktivitas sehari-hari. Misalnya aplikasi untuk notulensi berbasis AI yang bisa mengubah percakapan menjadi teks. Ketiga, AI developer yaitu orang-orang yang bisa membuat aplikasi-aplikasi berbasis AI ini. Menurut Hary, SDM digital harus dipersiapkan untuk menjadi AI developer agar ekonomi Indonesia tumbuh dan tidak hanya dibanjiri oleh aplikasi-aplikasi AI dari luar negeri.
Hary mengatakan bahwa AI user ini bisa disiapkan melalui pelatihan, sementara AI developer melalui jenjang Pendidikan dan Pelatihan Saat ini, sudah ada perguruan tinggi yang membuka Prodi AI. Belum lama ini, Hary mendorong pembukaan Prodi AI di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). “Ternyata peminat jurusan AI ini sangat banyak, mengalahkan jurusan kedokteran yang sebelumnya selalu menjadi tren. Artinya, kompetisinya luar biasa. Sekarang ini, siapa yang menguasai AI bisa menguasai dunia,” ujar Hary yang saat ini menjadi Widyaiswara Ahli Utama BPSDM Komdigi.
Pelatihan Talenta AI
Ada perbedaan antara BPSDM Komdigi dengan BPSDM di kementerian/lembaga lain. BPSDM Komdigi dibentuk untuk melatih seluruh masyarakat Indonesia agar melek digital melalui pelatihan digital melalui luring, daring maupun belajar mandiri.
Hary menyebutkan bahwa BPSDM Komdigi menargetkan melatih 5 juta orang terkait literasi AI sampai dengan 2030. Untuk AI user, BPSDM Komdigi membuat dua level pelatihan untuk tema kecerdasan artifisial yaitu basic level AI user dan professional level AI User. “Untuk basic level AI user, mereka diajarkan bagaimana caranya agar pekerjaan sehari-hari yang tadinya kompleks dan lama menjadi lebih cepat melalui aplikasi kecerdasan artifisial seperti ChatGPT, DeepSeek, Gemini, dan lain-lain,” terang Hary yang menyelesaikan pendidikan S1 dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) pada 1990.
Pelatihan untuk professional level AI user, Hary mengungkapkan bahwa saat ini BPSDM Komdigi sedang bekerjasama dengan Korea Selatan. Melalui kerjasama ini, Korea Selatan memberikan dana 4 ribu U$D selama 2 tahun kepada BPSDM Komdigi untuk menyediakan tenaga kerja di bidang kecerdasan artifisial untuk ditempatkan di perusahaan Korea yang ada di Indonesia.
“Perusahaan Korea di Indonesia, saat ini membutuhkan tenaga kerja profesional yang bisa menggunakan aplikasi AI. Mereka membutuhkan tenaga kerja Indonesia untuk dilatih dan disertifikasi kemudian bekerja di perusahaan Korea,” terang Hary yang menyelesaikan S2 Magister Komputer dari Universitas Indonesia JAKARTA tahun 1998 dan S3 Doctor of Engineering, Tokyo Institute of Technology JAPAN pada 2004.
Sementara, pelatihan untuk AI developer dibagi menjadi tiga tingkat yaitu AI developer tingkat pemula, AI developer tingkat praktisi, dan AI developer tingkat spesialis. Komdigi juga menginisiasi pengembangan AI Talent Factory, sebuah ekosistem pelatihan dan pemberdayaan talenta digital di bidang kecerdasan artifisial . Targetnya melatih 10 ribu AI developer untuk mendorong perekonomian digital nasional. “Use case-nya diminta langsung oleh Wakil Menteri Komdigi. Kami diminta menyiapkan SDM untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Sekolah Rakyat berbasis AI,” ungkap Hary yang pernah menjabat sebagai Deputi Informasi dan Data, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2015-2019.
Contoh implementasinya antara lain mendetekasi kualitas makanan program MBG menggunakan kamera berbasis AI sebelumnya dilakukan pembelajaran melalui machine learning. Menurut Hary, program ini akan dikontrol oleh Badan Gizi Nasional (BGN) sehingga mereka bisa mengetahui tempat produksi MBG yang makanannya kurang bergizi. “Itulah peran BPSDM Komdigi untuk mengatasi perkembangan teknologi AI ini supaya masyarakat ini tidak terdampak, masyarakat bisa menggunakan AI dan bisa menciptakan produk-produk AI yang bermanfaat untuk masyarakat,” tegasnya.
Mengembangkan Micro Skill
Indonesia membutuhkan setidaknya 12 juta SDM digital hingga tahun 2030. Namun, kapasitas lulusan di bidang digital dari perguruan tinggi hanya sekitar 9 juta orang. Artinya, terdapat gap 3 juta SDM digital yang harus ditutup dalam lima tahun ke depan.
Untuk memenuhi kekurangan 3 juta talenta digital, BPSDM Komdigi harus melatih sekitar 600 ribu orang per tahun. Namun, karena ada efisiensi anggaran, Hary mengungkapkan bahwa BPSDM Komdigi mempunyai anggaran untuk melatih sekitar 50 ribu orang per tahun. Untuk mengatasi kendala tersebut, BPSDM Komdigi mengembangkan Micro Skill, pelatihan diselenggarakan secara self-paced learning atau belajar secara mandiri. Program Micro Skill ini bisa diakses masyarakat secara gratis ini diluncurkan pada Maret 2025.
Di dalam Micro Skill terdapat puluhan modul pembelajaran digital dengan durasi maksimal 15 menit. Jika lulus, peserta akan mendapatkan sertifikat. “Lulusnya tidak gampang. Jika modul pembelajarannya berdurasi 15 menit, maka dalam waktu 5 menit kita akan muncul soal yang harus dijawab. Jika peserta tidak bisa menjawab soal, maka tidak bisa melanjutkan pembelajaran, harus mengulang lagi dari awal,” tutur Hary yang pernah menjabat sebagai Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi, Deputi TIEM, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tahun 2014-2015.
Pembelajaran melalui Micro Skill ini ternyata banyak diminati masayarakat. Menurut Hary, dua bulan setelah diluncurkan peserta yang mengikuti Micro Skill mencapai 100 ribu orang.
Kendala lain pengembangan talenta digital adalah infrastruktur digital yang belum merata di seluruh Indonesia. Saat ini akses internet di beberapa wilayah kecepatan hanya 3 Mbps, padahal untuk mengakses Micro Skill membutuhkan kecepatan internet 10 Mbps.
Digital Talent Scholarship
Hary Budiarto bergabung dengan Komdigi sejak 2020. Saat itu namanya masih Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di bawah pimpinan Menteri Johnny Gerard Plate. Hary mengungkapkan bahwa Menkominfo Johnny G. Plate memberi tantangan kepadanya untuk melatih talenta digital sebanyak 200 ribu orang pertahun. Ia pun menerima tantangan tersebut. Padahal waktu itu, BPSDM Kominfo hanya melatih sekitar sepuluh ribu orang per tahun.
Pelatihan 200 ribu talenta digital ini dibutuhkan untuk mengakselerasi transformasi digital yang sedang gencar dilakukan di Indonesia. Menurut Hary, definisi transformasi digital adalah perubahan mindset atau perubahan budaya untuk menggunakan dan memanfaatkan teknologi digital dalam melaksanakan proses bisnis organisasi.
“Untuk bisa menuju transformasi digital, objeknya harus digital dulu. Namanya digitasi. Tahap selanjutnya digitalisasi, yaitu mengubah proses bisnis secara digital. Kalau keduanya sudah dilakukan, baru bisa melaksanakan transformasi digital. Tugas saya untuk bisa mengubah SDM di Indonesia agar bisa menjalankan digitasi, digitalisasi, sampai transformasi digital,” terang Hary.
Saat ini, untuk mendukung transformasi digital, BPSDM Komdigi mengembangkan SDM digital mulai dari tingkat bawah yaitu masyarakat melalui literasi digital sampai dengan Tingkat pimpinan. Program tersebut dinamakan Digital Talent Scholarship (DTS), program beasiswa pelatihan untuk meningkatkan keterampilan digital masyarakat Indonesia. Program DTS ini memiliki beberapa akademi, diantaranya Thematic Academy atau Pelatihan Tematik yang menyasar kelompok masyarakat rentan, wanita, disabilitas dan orang-orang termajinalkan.
Kemudian, Digital Entrepreneurship Academy (DEA) untuk melatih masyarakat atau calon pelaku UMKM menjadi wirausaha digital. Program lainnya yaitu Talent Scouting Academy (TSA) yang memberikan kesempatan bagi para mahasiswa untuk belajar di luar kampus melalui pelatihan yang meliputi pelatihan technical skills yang berorientasi pada project.
Selanjutnya, Fresh Graduate Academy (FGA) untuk mempersiapkan para lulusan yang belum atau tidak sedang bekerja agar memiliki kompetensi professional. Program FGA bekerjasama dengan mitra global technology companies ternama, mitra edukasi teknologi lokal dan perguruan tinggi dalam pemenuhan kebutuhan talenta digital.
Bagi lulusan SMK/sederajat serta Diploma 3 dan Diploma 4 yang belum bekerja ada Vocational School Graduate Academy (VSGA), program pelatihan dan sertifikasi berbasis kompetensi nasional. Selain itu ada Program Professional Academy (PROA) untuk meningkatkan kualitas daya saing SDM terampil Indonesia di bidang TIK melalui peningkatan kapabilitas yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Kepemimpinan digital juga menjadi bagian penting untuk mendukung keberhasilan transformasi digital. Untuk itu, Komdigi menggelar Program Digital Leadership Academy (DLA) untuk level pimpinan di sektor publik (kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, pemerintah daerah, dan perguruan tinggi) dan sektor private (swasta).
Dalam pelaksanaannya, materi pelatihan DLA ini dirancang bersama perguruan tinggi terbaik dunia dan Global Technology dan badan/lembaga internasional. Hingga saat ini, DLA sudah diikuti 1.041 pimpinan. Para alumni DLA kemudian membentuk Asosiasi Pimpinan Digital Indonesia (APDI). “Digital Leadership Academy ini bertujuan membuka wawasan para pimpinan untuk mengerti tentang digital, kemudian memanfaatkan teknologi digital ini untuk proses bisnis yang ada di daerahnya atau di organisasinya,” tegasnya.