Tahun 2020 merupakan tahun penting untuk komitmen terhadap perubahan iklim. Walaupun krisis COVID-19 telah menjadi fokus dan sentral dalam menetapkan kebijakan, komitmen terhadap mitigasi perubahan iklim tetap dicanangkan. Secara keseluruhan, tahun 2020 merupakan tonggak perjalanan bagi kebijakan perubahan iklim, sebagaimana pada umumnya negara-negara lain telah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca.
Target baru ditetapkan untuk berkomitmen terhadap upaya menuju karbon netral.
Beberapa yurisdiksi kebijakan perubahan iklim secara tidak langsung telah menstimulasi pemakaian energi terbarukan yang terus meningkat, hal tersebut dapat menunjukkan adopsi komprehensif yang secara langsung menjadi wujud hasil pertumbuhan dekarbonisasi dengan meningkatnya pemanfaatan energi terbarukan.
Mekanisme kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun 2020 memberikan stimulasi terhadap implementasi kebijakan penurunan gas rumah kaca yang terus mendorong pemanfaatan energi terbarukan sekaligus penurunan penggunaan energi fosil, penurunan emisi gas rumah kaca, nilai ekonomi karbon (carbon pricing) dan system perdagangan emisi. Kebijakan tersebut diteruskan menjadi kebijakan daerah, terutama daerah-daerah penghasil migas dan batubara.
Apakah Transisi Energi itu?
Menurut International Renewable Energy Agency, IRENA “Transisi energi adalah jalur menuju transformasi sektor energi global dan berbasis fosil menjadi nol karbon pada paruh kedua abad ini.”
Menurut Agora Energiewende Jerman “Transisi Energi adalah strategi energi dan iklim jangka panjang yang didasarkan pada pengembangan energi terbarukan dan peningkatan efisiensi energi.”
“Perubahan struktural mendasar di sektor energi.” World Energy Council.
Peta Jalan Transisi Energi Indonesia Menuju Sistem Energi Rendah Karbon
Transisi energi dari energi fosil yang
sedang terjadi saat ini dapat mengekspos negara yang bergantung pada bahan bakar fosil pada resiko sosial dan ekonomi.
Transisi energi dapat memberikan baik dampak positif maupun negatif. Penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk mengelola dampak transisi untuk menjamin proses transisi yang terjadi berlangsung secara berkeadilan.
Kapasitas pembangkit listrik terpasang berdasarkan jenis di Indonesia dalam
Skenario Pernyataan Ikrar (Pledge), 2010-
2060.
Pembangkit listrik tenaga surya, hidrogen, dan kapasitas sumber daya terbarukan lainnya naik dengan cepat dalam APS,
sementara pembangkit listrik berbahan bakar fosil mencapai puncaknya sekitar tahun 2030.
Menurut Dr. Ir. Sugeng Riyono, M.Phil. Ketua Umum NCSR Divisi Energi, Transisi energi yang berkeadilan adalah “cara untuk merekonsiliasi kebutuhan materi manusia yang paling miskin di planet ini dengan kebutuhan untuk menjaga stabilitas iklim bumi”.
“Transisi energi berkeadilan mengatasi tiga tantangan yaitu pengangguran, degradasi lingkungan dan ketidaksetaraan,” ujar Sugeng saat acara Pelatihan Media 2023 di Jakarta, Sabtu (22/7).
Dorongan kebijakan tingkat tinggi diperlukan untuk mengatasi tantangan sumber daya terbarukan:
– Penyesuaian kontrak agar pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas bumi dapat beroperasi dengan lebih fleksibel dan pada faktor kapasitas yang lebih rendah.
– Memberikan remunerasi pada layanan sistem yang diberikan oleh pembangkit listrik tenaga batu bara, pembangkit listrik lainnya, dan akhirnya fleksibilitas dari sisi penyimpanan serta permintaan baterai.
– Tidak ada pengembangan pembangkit listrik batu bara baru saat ini dan menghentikan kapasitas batu bara yang menua.
– Lingkungan peraturan yang menguntungkan untuk pengembangan dan pengoperasian kapasitas sumber daya terbarukan.