Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) dan PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) umumkan kemitraan strategis melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) untuk program pengembangan pendanaan mikro dalam perhutanan sosial. Program ini bertujuan untuk memperkuat sektor perhutanan sosial dan sistem agroforestri di beberapa wilayah yurisdiksi dengan menyediakan akses pendanaan mikro, meningkatkan kapasitas, serta literasi keuangan digital bagi pelaku usaha dan petani lokal.
Ruang lingkup kerja sama ini mencakup beberapa aspek utama, yaitu penyusunan rencana kerja pendanaan mikro dengan melibatkan pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, LSM, pelaku usaha dan komunitas lokal guna menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan usaha mikro perhutanan sosial. Untuk memastikan program berjalan efektif dan berkelanjutan, peserta program juga dibekali pelatihan peningkatan kapasitas diri dalam praktik usaha lestari berbasis perhutanan sosial serta literasi keuangan digital untuk membantu mereka dalam mengelola pendanaan dan memperluas usaha dengan memanfaatkan teknologi keuangan.
“Kami percaya program ini akan membawa dampak yang berkelanjutan bagi masyarakat, seperti yang sedang kami kerjakan di Bali Barat dan rencana di Trenggalek, yang merupakan bagian dari daerah cakupan kerja sama kami, sehingga mendukung pengembangan ekonomi lokal yang berkelanjutan dan inklusif,” ujar Aria Widyanto, Chief Risk & Sustainability Officer Amartha “Kerja sama Amartha dan KEM merupakan langkah strategis untuk memperluas akses pembiayaan produktif, mendorong, serta memperkuat sektor perhutanan sosial di Indonesia.”
Indonesia International Sustainability Forum 2024 (IISF 2024) menjadi salah satu acara flagship dalam pembahasan isu-isu keberlanjutan di Indonesia. Bertajuk “From Forest to Future: Elevating Bioeconomy Opportunities in Indonesia. ,” IISF menggandeng KEM yang berperan aktif melalui dua inisiatif. Pertama, Roundtable Discussion yang berfokus pada pengembangan narasi seputar ekonomi restoratif dari usaha kehutanan, bekerja sama dengan Kadin Indonesia. Kedua, Warung Nusantara (Warnus), sebuah side event yang mempromosikan nuansa lokal Indonesia dengan pendekatan ramah lingkungan. Di Warung Nusantara inilah KEM meluncurkan kolaborasi-kolaborasi dengan mitra-mitranya, termasuk Amartha, mengenai pendekatan rantai nilai dan agroforestry sebagai pilar dari implementasi bioekonomi.
Selain itu, diskusi di IISF 2024 menekankan pentingnya rantai nilai kakao dalam konteks keberlanjutan. Sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia, Indonesia menghasilkan hingga 700.000 ton kakao setiap tahunnya, namun hampir 85% dari produksinya diekspor dalam bentuk biji mentah, yang membatasi nilai ekspor di pasar global. Dengan mendorong hilirisasi—pemrosesan biji kakao menjadi produk bernilai tambah tinggi seperti bubuk kakao, mentega, dan cokelat—Indonesia berpotensi meningkatkan nilai ekspor kakao hingga $3 miliar per tahun. Lebih dari 90% produksi kakao di Indonesia dikelola oleh petani kecil dengan sistem agroforestri, yang tidak hanya menyerap karbon dan meningkatkan keanekaragaman hayati, tetapi juga memperkuat ketahanan petani terhadap perubahan iklim. Dalam mewujudkan pertanian rendah karbon, perhutanan sosial menjadi model yang efektif, terutama jika diadopsi oleh para pelaku dalam rantai nilai kakao. Untuk mencapai keberhasilan ini, dibutuhkan kolaborasi yang solid dan peningkatan kapasitas bagi semua pelaku dalam rantai pasok tersebut, guna memastikan inisiatif bioekonomi dapat diwujudkan secara efisien dan efektif.
KEM berkomitmen untuk mendukung pengembangan ekosistem investasi berkelanjutan dengan target membuka peluang melalui transaksi, pendanaan dan investasi senilai $200, dan mendukung lebih dari 100 bisnis ramah lingkungan di hutan, lahan gambut, dan ekosistem kritis lainnya di Indonesia.
Media Wahyudi dari CELIOS menjelaskan, “Bioekonomi menawarkan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan nilai ekonomi dari sumber daya alam kita sekaligus melindungi kekayaan hayati. Dengan memanfaatkan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya, kita bisa menciptakan model bisnis yang inklusif dan berkelanjutan. Inisiatif ini bukan hanya mengejar keuntungan ekonomi, tetapi juga menciptakan harmoni antara manusia dan alam.”
KEM juga menekankan pentingnya mengalihkan investasi dari industri ekstraktif ke ekonomi restoratif. “Indonesia masih sangat bergantung pada sektor ekstraktif seperti minyak dan gas. Namun, masa depan kita harus dibangun di atas fondasi yang lebih berkelanjutan. Inovasi berbasis alam dan bioekonomi memberikan solusi nyata untuk tantangan lingkungan dan menciptakan lapangan kerja. Dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, setiap langkah menuju pertumbuhan ekonomi juga akan berkontribusi pada perlindungan alam dan kesejahteraan sosial,” tambah Gita Syahrani selaku Ketua Dewan Pengurus KEM.