Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan yang berperan strategis dalam membangun perekonomian Indonesia. Namun, dukungan pemerintah untuk industri sawit belum dibarengi dengan kebijakan-kebijakan penting terkait perlindungan ketenagakerjaan untuk buruh perkebunan kelapa sawit.
Tahun politik 2024 menjadi harapan bagi buruh perkebunan kelapa sawit agar masalah-masalah perburuhan bisa mendapat lebih banyak perhatian dari pemerintah, agar hak-hak buruh perkebunan sawit semakin terpenuhi. Masyarakat, termasuk buruh perkebunan sawit, perlu mengenal gagasan calon presiden dan calon wakil presiden Republik Indonesia.
Dalam “Diskusi Publik: Gagasan Capres dan Cawapres Terhadap Perlindungan Buruh Kelapa Sawit” yang diselenggarakan Koalisi Buruh Sawit (KBS) di Hotel AONE, Menteng, Jakarta (31/1) terungkap harapan besar dari para tenaga kerja di industri sawit kepada pemimpin baru Indonesia yang akan terpilih, untuk lebih memperhatikan nasib tenaga kerja di indutri sawit.
Seperti disampaikan Koordinator Koalisi Buruh Sawit (KBS) – Ismet Inoni, bahwa harapan dari pihaknya kepada para Capres-Cawapres saat ini, apabila mereka terpilih nanti, maka mereka harus bisa berkomitmen untuk memperbaiki, tidak hanya tata kelola di industri sawit, namun juga ketenagakerjaan di industri kelapa sawit.
“Saya kira sebagai bagian dari organisasi yang concern terhadap situasi perkembangan buruh sawit, kita berharap presiden terpilih nanti itu akan sungguh-sungguh memperhatikan, dan bagaimana mengajak seluruh organisasi atau komunitas yang ada di sektor industri sawit, untuk bisa mendiskusikan, bagaimana perbaikan tata kelola industri sawit dan tata kelola tentang hubungan kerja di industri sawit,” ujar Ismet Inoni.
Ismet lalu melanjutkan, bahwa hubungan kerja di industri sawit ini sangat rentan, karena masih terdapat beberapa kendala, misalnya, upah murah, lalu hak berorganisasi yang masih dikebiri.
“Kemudian yang paling parah itu adanya potensi/resiko paparan dari bahan kimia. Karena di industri sawit itu, untuk bagian pemupukan dan penyemprotan, atau istilahnya perawatan, bagian ini bersentuhan langsung dengan bahan kimia. Itu harus diperhatikan betul, karena menjadi ancaman serius bagi para buruh di industri sawit,” papar Ismet.
Menurut Ismet, pihaknya juga berharap kepada presiden baru Indonesia terpilih nantinya, agar bisa mencabut UU Omnibus Law, atau minimal sekurang-kurangnya mempunyai komitmen untuk me-revisi UU Omnibus Law tersebut, agar bisa lebih berpihak kepada para pekerja.
Sementara itu, perwakilan dari salah satu Capres-Cawapres yang hadir, yaitu Wakil Direktur Pemberdayaan Perempuan TPN Ganjar-Mahfud – Pande K. Trimayuni mengungkapkan, bahwa Ganjar-Mahfud memiliki komitmen yang sangat besar untuk memperjuangan nasib para buruh, termasuk para buruh di industri kelapa sawit.
“Dan itu sudah dibuktikan oleh Ganjar-Mahfud yang membikin pertemuan khusus dalam acara temu rakyat secara khusus dengan para buruh dan petani kecil sawit,” jelas Pande K. Trimayuni.
“Ganjar-Mahfud itu juga ada mempunyai 21 program unggulan, termasuk program unggulan untuk buruh secara khusus. Termasuk ada KTP Sakti yang memastikan, bahwa seluruh masyarakat memiliki satu identitas, dimana dia bisa meng-askses fasilitas-fasilitas publik, dan fasilitas-fasilitas pembangunan. Sehingga itu bisa mencegah adanya pungli-mafia, serta mendukung proses secara lebih efektif dan efisien, dan bisa memastikan seluruh warga negara mendapatkan dampak dan manfaat dari pembangunan nasional,” demikian papar Pande K. Trimayuni.