PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyebut telah menerima mandat pemeringkatan untuk surat utang dan belum listing per 31 Januari 2023 senilai Rp 43,5 triliun. Surat utang tersebut berasal dari 37 perusahaan, terdiri dari 21 perusahaan non BUMN, serta 16 perusahaan BUMN dan anak perusahaan.
Kepala Divisi Pemeringkatan Non Jasa Keuangan I Pefindo Niken Indriarsih mengatakan, secara sektor multifinance mendominasi penerbitan surat utang. “Disusul, perusaaan induk, manufakturing, perbankan, property,” ungkap Niken di sela virtual konferensi pers, Senin (13/2/2023).
Jika dari sisi surat hutangnya, lanjut dia, Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) emisi baru atau tahap pertamanya mendominasi dengan nilai Rp 12,35 triliun. Disusul PUB obligasi senilai Rp 11,2 triliun dan Sukuk Rp 11,17 triliun. Sedangkan Obligasi Rp 5,4 triliun dan MTN sebesar Rp 2,77 triliun. Ditambah lagi, Sekuritisasi Rp 600 miliar.
“Dengan demikian, jika ditotal seluruh surat utang yang telah diterima mandatnya oleh Pefindo per 31 Januari 2022 adalah sebesar Rp 43,5 triliun,” tambah Niken.
Niken menambahkan, berdasarkan insitusi, BUMN dan anak perusahaan mendominasi nilai surat utang yang telah diterima mandatnya oleh Pefindo. Sebab, mencapai Rp 23,35 triliun. Sedangkan perusahan non BUMN hanya sebesar Rp 20,15 triliun.
Ekonom Pefindo Suhindarto memperkirakan penerbitan surat utang korporasi pada 2023 tidak akan setinggi tahun lalu. Hal itu karena terdampak dari tingkat suku binga yang meningkat. Sebab, kenaikan suku bunga akan mencerminkan ccost of fund yang tinggi. Alhasil, emiten menahan dalam menerbitkan surat utang dan membuat penerbitan surat utang lebih rendah dibandingkan dengan 2022.
“Ketika inflasi dan suku bunga naik akan menahan konsumsi masyarakat dan korporasi pun menahan ekspansi bisnisnya,” tutupnya.