Jakarta – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor keuangan menunjukkan perkembangan yang signifikan di bawah kepemimpinan Erick Thohir. Torehan ini dapat dilihat dari kinerja Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Indonesia Financial Group (IFG).
Anton Sukarna, Direktur Sales and Distribution BSI, menyampaikan, pencapaian BSI kini berada di peringkat keenam dalam hal aset di Indonesia dan peringkat kelima dalam hal tabungan. Pertumbuhan ini didorong oleh berbagai strategi, termasuk pendekatan inovatif yang menggabungkan prinsip syariah dengan layanan perbankan yang modern dan digital, serta lebih canggih dan user-friendly.
“Kita harus bisa menyampaikan kepada masyarakat bahwa bank syariah bukan hanya halal, tapi juga harus keren dan modern,” katanya dalam acara Media Briefing Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas dengan tema ‘Penguatan Tonggak Ekosistem Ekonomi Syariah dan Strategi Asuransi’ di Sarinah, Jakarta, Selasa (8/10/2024).
“Ke depan, digital banking akan menjadi ‘game changer’ bagi BSI,” tambahnya.
Di tingkat global, BSI saat ini merupakan bank syariah dengan customer base terbesar di dunia, menembus 20,46 juta, tumbuh 6,05 juta dalam 3 tahun terakhir atau sejak awal merger pada Februari 2021. Di pasar modal, saham BSI (BRIS) pun memiliki tren positif. Saham BRIS sudah ditransaksikan sebanyak 20.278 kali dengan volume sebesar 109,67 juta lembar saham dan nilai transaksinya sudah mencapai Rp338,29 miliar. Adapun kapitalisasi pasar BRIS pada periode tersebut mencapai Rp 143,46 triliun. Catatan positif ini menempatkan BSI pada peringkat 9 kapitalisasi pasar terbesar bank syariah secara global, di bawah Bank Albilad dan Dubai Islamic bank. Pencapaian BSI di 10 bank syariah global dengan kapitalisasi pasar terbesar yang lebih cepat daripada target membuktikan bahwa perusahaan memiliki resiliensi tinggi dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi.
Dalam upaya memperbesar pangsa pasar, BSI juga berencana untuk meningkatkan layanan di sektor merchant. Saat ini, jumlah Electronic Data Capture (EDC) BSI masih terbatas, sekitar 3.000 unit, dan dominasi transaksi menggunakan QRIS. Anton menegaskan bahwa ruang untuk tumbuh di sektor ini masih sangat besar.
Pertumbuhan BSI juga ditopang oleh peningkatan signifikan dari sisi profit. Pada tahun ini, BSI mencatat pertumbuhan profit tertinggi, mencapai 20,28% year-on-year (you). “Kami bersyukur, di tengah rezim suku bunga tinggi, BSI tetap mampu bertumbuh dengan baik,” tambah Anton.
Sementara itu, di sisi lembaga jasa keuangan non-bank, Wakil Direktur Utama IFG, Haru Koesmahargyo mengatakan, pihaknya dibentuk dengan tujuan untuk melakukan transformasi melalui perbaikan dan penguatan tata kelola manajemen risiko dan pengawasan untuk meningkatkan integritas pengelolaan perusahaan. IFG juga memperkuat kolaborasi antara Holding dan Anggota Holding sebagai konglomerasi keuangan untuk menghadirkan produk dan layanan yang lebih kompetitif sehingga mendukung pertumbuhan perusahaan di ekosistem Holding.
“Transformasi yang terus dilakukan di bawah payung holdingisasi perusahaan asuransi secara bertahap menempatkan IFG sebagai perusahaan Holding asuransi yang besar, lincah, mampu bersaing, serta terus berkontribusi dalam meningkatkan inklusi keuangan dan memperkuat fungsi investasi dan tata kelola likuiditas,” ujar Haru.
Dalam kesempatan yang sama, Haru menjelaskan, beberapa langkah strategis yang dilakukan IFG dalam melakukan transformasi, antara lain perbaikan tata kelola, pengelolaan risiko, dan manajemen investasi, termasuk integrasi proses underwriting di bawah pengawasan Holding, yang secara signifikan meningkatkan efisiensi operasional perusahaan.
Selain itu, telah dilaksanakan program kerja layanan bersama (shared service) yang mengoptimalkan belanja IT melalui pengadaan bersama atau penggunaan sumber daya IT yang dimiliki oleh Holding. Hal ini tentunya dapat berdampak pada penghematan biaya operasional yang signifikan dan meningkatkan efektivitas pengelolaan sumber daya perusahaan.
“Ke depan, IFG terus mendorong Anggota Holding untuk mengimplementasikan aturan PSAK 117 terkait penguatan modal minimum dan laporan keuangan perusahaan,sehingga perusahaan dapat tumbuh berkelanjutan dengan mengedepankan tata kelola perusahaan yang transparan dan pengelolaan risiko yang prudent. Dengan transformasi yang terus dilakukan, IFG dapat memperkuat posisinya untuk bersaing di tingkat nasional dan internasional,” tutur Haru.
Melihat perkembangan ekonomi syariah di Indonesia serta potensi besar yang dimiliki BSI dan IFG, pengamat BUMN, Toto Pranoto menyampaikan apresiasi terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh kedua perusahaan. Toto menyoroti kemajuan pesat BSI setelah proses penggabungan beberapa bank syariah di bawah naungan BUMN. Namun, ia juga mengingatkan beberapa tantangan dan memberikan masukan untuk peningkatan kinerja ke depan.
Menurut data Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Indonesia telah mengalami perkembangan pesat dalam berbagai indikator ekonomi syariah, seperti peringkat Global Muslim Travel Index dan Global Islamic Financial Report. Toto melihat bahwa potensi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia sangat menjanjikan, namun ukuran (size) sektor perbankan syariah terhadap perbankan nasional masih perlu ditingkatkan.
“Masalahnya sekarang adalah bagaimana kita bisa mempercepat strategi agar bank syariah, seperti BSI, dapat lebih laju membesarkan kemampuannya,” ujar Toto. Konsolidasi perbankan syariah harus terus berjalan, dan inovasi produk-produk berbasis wakaf, mudharabah, serta produk salam perlu diperkuat. Selain itu, Toto menekankan pentingnya investasi dalam teknologi informasi sebagai langkah penting untuk memperkuat daya saing BSI di era digital.
“Dalam hampir tiga tahun terakhir, IFG telah menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan ketika perusahaan-perusahaan asuransi ini berdiri sendiri. Ini adalah bukti bahwa konsolidasi telah memberikan dampak positif yang nyata,” tutup Toto.