UOB Indonesia berupaya mendorong literasi dan inklusi keuangan masyarakat khususnya yang berkaitan dengan investasi. Salah satunya dengan menggelar literasi bertajuk “Preserve and Grow Your Wealth Through Risk-First Approach”di Teras Ramayana, Hotel Indonesia Kempinsky, Jakarta, Kamis (30/3).
Dalam sesi ini, UOB Indonesia memberikan informasi komprehensif mengenai investasi pasar modal agar masyarakat dapat mengoptimalkan portofolio kekayaannya dan terhindar dari risiko berlebih. Hal Ini mengingat jumlah investor dalam negeri yang terus meningkat, terutama dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Namun, di sisi lain pemahaman masyarakat terhadap pasar modal belum maksimal.
Head of Deposit & Wealth Management UOB Indonesia Vera Margaret dalam momen acara ini menjelaskan, bahwa masyarakat perlu mengenali risiko terlebih dahulu sebelum memulai investasi. Ada berbagai risiko yang harus dikenali, yaitu risiko diri sendiri maupun risiko dari produk yang akan diinvestasikan. Melalui pendekatan Risk-First, UOB Indonesia menekankan akan pentingnya keseimbangan antara risiko dan imbal hasil.
“Masyarakat harus melakukan literasi keuangan. Pahami produk-produk investasi yang ditawarkan. Kadang kita tahu risiko kita, tapi lupa kalau produk punya risiko yang harus dipelajari. Dengan begitu kita bisa menikmati hasil investasi yang kita lakukan,” kata Vera.
Berdasarkan catatan Kustodian Sentral Efek Indonesia (SEI), investor di pasar modal Indonesia telah tembus 10 juta investor yang mengacu pada Single investor identification (SID) telah mencapai 10.000.028, dengan komposisi jumlah investor lokal sebesar 99,78 persen.
Sejalan dengan hal tersebut, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2022 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, tingkat inklusi di pasar modal meningkat pesat, yakni dari 1,55 persen pada tahun 2019 menjadi 5,19 persen pada 2022.
Namun, peningkatan inklusi tidak diiringi dengan tingkat literasi, di mana pada tahun 2022 tingkat literasi keuangan di sektor pasar modal turun menjadi 4,11 persen pada 2022 dari yang sebelumnya mencapai 4.97 persen pada tahun 2019.
UOB Indonesia percaya bahwa masyarakat perlu melakukan diversifikasi kelas aset yang harus dibarengi dengan literasi keuangan yang baik. Melalui pendekatan Risk-First Approach, diharapkan masyarakat dapat memahami tingkat toleransi risiko pribadi yang dapat digunakan untuk mengelola portfolio keuangan dengan risiko yang lebih terukur.
“Sebenarnya tidak cukup hanya tahu risiko, tujuan juga penting mulai dari jangka pendek, jangka panjang, uang sekolah anak, dana pensiun, kebutuhan sehari-hari, dan kebutuhan investasi lainnya. Tujuan dari investasi ini akan mempengaruhi produk apa yang paling tepat dimiliki nasabah sesuai dengan profil risikonya,” lanjut Vera.
Dalam pendekatan Risk-First, terdapat tiga langkah dalam perencanaan keuangaan. Pertama adalah melindungi (protect) diri dan orang yang dicintai dengan alokasi dana yang sesuai dengan kebutuhan, solusi asuransi yang tepat, serta aset berisiko rendah lainnya. Kedua membangun (build) kekayaan dengan portofolio investasi inti yang kuat. Skema ini dirancang untuk membantu mencari imbal hasil yang stabil guna mencapai tujuan fundamental dan jangka panjang, seperti investasi hari tua. Dan ketiga adalah meningkatkan (enhance) nilai kekayaan dengan investasi taktis dengan membantu menangkap peluang pasar yang muncul.
Sementara itu, Wealth Advisitor Head UOB Indonesia Diendy Liu menjelaskan, bahwa di tengah agenda pengetatan moneter global untuk mengendalikan inflasi, pasar modal dihadapkan pada volatilitas pergerakan harga yang cukup tinggi. Kondisi ini juga diperkeruh kembali oleh beberapa kegagalan bank di AS dan pengambilalihan bank di Eropa. Menurutnya, kombinasi kejadian ini menyebabkan sentimen negatif tidak kunjung berakhir menghinggapi pasar modal global maupun lokal.
Namun demikian, sedikit angin segar dan harapan muncul di kawasan Asia Pasifik. Setelah mengakhiri kebijakan zero-covid pemerintah China langsung melakukan beberapa perubahan kebijakan untuk sesegera mungkin mempercepat laju pertumbuhan ekonominya, bahkan mencanangkan target pertumbuhan sebesar 5 persen di tahun 2023.
Di dalam negeri, pemerintah Indonesia diyakini tetap sigap dalam memitigasi imbas dari ketidakpastian ekonomi dengan terus mendorong investasi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan relatif terjaga di tahun 2023, melihat performa ekspor, investasi, dan belanja rumah tangga yang kuat sepanjang tahun 2022.
Untuk memastikan tercapainya pertumbuhan ekonomi jangka panjang, pemerintah Indonesia harus melakukan beberapa langkah antara lain melakukan investasi berkelanjutan, memanfaatkan bonus demografi, potensi kemajuan teknologi, peningkatan daya saing ekonomi dan menciptakan iklim usaha yang aman dan andal.