Jakarta, Business Asia – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan kinerja 56 perusahaan asuransi jiwa sepanjang tahun 2024 yang menunjukkan pertumbuhan positif dalam berbagai indikator utama, termasuk peningkatan pendapatan premi dan jumlah tertanggung.
Ketua Dewan Pengurus AAJI – Budi Tampubolon mengatakan, bahwa industri asuransi jiwa tetap tumbuh di tengah dinamika ekonomi global.
Budi Tampubolon menambahkan, dari sisi jenis produk, premi asuransi tradisional tumbuh signifikan sebesar 18,7% menjadi Rp110,36 triliun, dengan kontribusi 59,5% dari total premi, sementara 40,5% berasal dari unit link.
Produk asuransi syariah, sambung Budi, juga mengalami pertumbuhan 10,4% menjadi Rp22,61 triliun, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap produk keuangan berbasis syariah.
“Peningkatan ini menunjukkan bahwa semakin besar cakupan masyarakat yang berhasil memiliki proteksi asuransi dengan bantuan fasilitas dari perusahaan atau organisasi. Hal ini mencerminkan peran industri dalam memberikan solusi perlindungan finansial yang lebih luas bagi masyarakat,” tukas Budi.
Sementara itu Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, dan GCG AAJI, Fauzi Arfan, menegaskan bahwa sepanjang tahun 2024, industri asuransi jiwa telah membayarkan Rp160,07 triliun kepada 9,08 juta penerima manfaat, mencerminkan komitmen industri dalam melindungi masyarakat Indonesia.
Secara lebih rinci, lanjutnya, beberapa jenis klaim yang menunjukkan tren positif bagi industri asuransi jiwa di antaranya: Klaim meninggal dunia mencapai Rp11,29 triliun, memastikan keluarga nasabah tetap memiliki perlindungan keuangan. Klaim akhir kontrak meningkat 13,9% menjadi Rp18,30 triliun, mencerminkan manfaat jangka panjang yang diterima nasabah setelah menyelesaikan masa pertanggungan mereka.
Sementara, dia kembali menguraikan, klaim kesehatan meningkat 16,4% menjadi Rp24,18 triliun, dengan pertumbuhan yang lebih terkendali dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 24,6%.
“Kami optimis bahwa dengan aturan baru OJK yang akan diterbitkan pada tahun 2025 ini, termasuk pengaturan lebih lanjut mengenai Coordination of Benefit (CoB), pengelolaan klaim kesehatan dapat lebih efisien. Hal ini akan memberikan kepastian bagi industri asuransi kesehatan swasta sekaligus memastikan manfaat perlindungan tetap optimal bagi masyarakat,” tandas Fauzi.
“Total aset industri asuransi jiwa meningkat 0,7% menjadi Rp616,75 triliun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang hanya 0,3%. Sementara itu, total investasi industri mencapai Rp541,40 triliun, naik 0,2%,” ungkap Wianto.
Menurut Wianto, salah satu pertumbuhan investasi terbesar berasal dari Surat Berharga Negara (SBN), yang meningkat 11,9% dengan total kontribusi Rp205,03 triliun (37,9% dari total investasi).
“Industri asuransi jiwa terus memainkan peran penting dalam perekonomian nasional, salah satunya melalui peningkatan investasi di SBN, yang tidak hanya mendukung stabilitas industri tetapi juga berkontribusi terhadap pembangunan nasional,” jelas Wianto.
Sedangkan, paparnya, investasi di saham dan reksa dana masing-masing berkontribusi sebesar 24,7% dan 12,9% dari total portofolio investasi.
Industri asuransi jiwa saat ini tengah bersiap menghadapi implementasi PSAK 117 pada 2025 serta regulasi permodalan 2026, yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan keberlanjutan industri.
Budi Tampubolon, Fauzi Arfan, dan Wianto Chen, optimis industri asuransi akan terus berkembamg dan memberikan manfaat optimal kepada masyarakat.
“Industri asuransi jiwa terus berkomitmen untuk memberikan pelindungan komprehensif dan efisien bagi masyarakat salah satunya melalui penerapan POJK Asuransi Kesehatan dan implementasi mekanisme Coordination of Benefit (CoB). Kami optimis bahwa langkah ini tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan nasabah, tetapi juga memperkuat pertumbuhan industri asuransi jiwa secara berkelanjutan di tahun-tahun mendatang dan memberikan manfaat optimal bagi seluruh masyarakat Indonesia,” tegas Budi.