 Businessasia.co.id – Keberhasilan transformasi digital ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) yang adaptif dan menguasai seluk beluk kemajuan teknologi. Universitas Siber Indonesia atau Cyber University hadir sebagai jawaban atas kebutuhan bangsa akan talenta digital. Kampus ini menyiapkan generasi muda yang siap bersaing di tingkat nasional maupun internasional.
Businessasia.co.id – Keberhasilan transformasi digital ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) yang adaptif dan menguasai seluk beluk kemajuan teknologi. Universitas Siber Indonesia atau Cyber University hadir sebagai jawaban atas kebutuhan bangsa akan talenta digital. Kampus ini menyiapkan generasi muda yang siap bersaing di tingkat nasional maupun internasional.
Rektor Cyber University, Gunawan Witjaksono dengan pengalaman panjang di Malaysia dan Amerika, menegaskan pentingnya pendidikan yang selaras dengan kebutuhan industri. Cyber University menerapkan Outcome Based Education (OBE) dan program magang industri satu tahun penuh, sehingga mahasiswa tak hanya berbekal teori, tetapi juga pengalaman praktis.
Cyber University merupakan transformasi dari BRI Institute atau Institute of Technology and Business Bank Rakyat Indonesia. BRI Institute didirikan karena dunia perbankan mulai bergeser dari konvensional menjadi digital. “Jika dulu mau membuka rekening harus ke kantor bank, sekarang bisa pakai handphone. Mereka melihat kalau perbankan tidak melakukan transformasi teknologi, bisa dikalahkan dengan perusahaan-perusahaan kecil,” terang Gunawan saat wawancara dengan Majalah Business Asia di Kampus Cyber University, Jakarta pada Kamis (11/9/2025).
Transformasi digital membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. BRI Institute dibentuk agar lulusannya mampu menguasai IT dan bisnis keuangan. Karena itu, BRI Institute memiliki slogan, “The First Fintech University in Indonesia.”
Pada 10 Januari 2023, BRI Institute secara resmi bertransformasi menjadi Cyber University dengan lima program studi (prodi) yaitu prodi sistem informasi, teknologi informasi, teknologi informasi, kewirausahaan, dan bisnis digital. “Walaupun masih baru, empat program studi di Cyber University sudah baik sekali akreditasinya. Ini menunjukkan bahwa komitmen kami untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu. Insya Allah, nanti kami tingkatkan lagi menjadi unggul,” terang Gunawan yang pernah menjadi Wakil Rektor (Warek) I di BRI Institute.
Cyber University memiliki visi untuk menjadi universitas yang unggul di bidang keuangan digital dengan platform teknologi digital. Untuk megembangkan keuangan digital, Cyber University bekerjasama dengan BRI dan bank digital seperti Allo Bank dan Bank Raya, serta Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH).
Karena keuangan digital tidak hanya terkait keuangan, tetapi juga teknologi, Cyber University memiliki prodi yang mendorong mahasiswa menjadi Digipreneur, pengusaha yang memanfaatkan teknologi digital dalam pengelolaan bisnisnya. Kedepan, Cyber University juga akan mengembangkan cyberpreneur, kewirausahaan di dunia siber.
Outcome Based Education
Cyber University menerapkan kurikulum Outcome Based Education (OBE) agar lulusannya sesuai dengan kebutuhan pasar atau industri. Menurut Gunawan, saat ini Indonesia masih kekurangan banyak talenta digital untuk memenuhi kebutuhan pasar. Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa banyak lulusan di Indonesia yang masih menganggur. “Saya lihat ini sebagai suatu yang paradok. Di satu sisi bilang demand-nya tinggi sehingga kita masih butuh banyak talenta digital. Satu sisi lagi menyatakan bahwa banyak yang belum mendapatkan pekerjaan,” ujarnya.
Paradok ini menjadi tantangan bagi semua pihak, khususnya dunia pendidikan. Salah satunya terkait link and match, agar lulusan di Indonesia sejalan dengan kebutuhan industri. Menjawab tantangan tersebut, menurut Gunawan, kurikulum di dunia pendidikan harus selaras dengan kebutuhan industri.
Ia menerangkan bahwa Cyber University mengembangkan Outcome Based Education agar mahasiswanya tidak sekedar lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tinggi. “Ada mahasiswa lulus dengan IPK 3,8 tetapi susah mencari kerja. Dengan Outcome Based Education, kita lebih memperhatikan kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran,” imbuhnya.
Selain Outcome Based Education, Cyber University juga mengembangkan program Company Learning Program (CLP). Melalui program ini, mahasiswa harus magang di industri selama setahun pada semester 6 – 7.
Cyber University mendorong mahasiswa untuk magang di industri sesuai bidangnya untuk memupuk bidang ilmuwan yang dikuasai sehingga saat lulus nanti bisa relevan industri. Industri juga merasakan manfaat saat mereka magang. “Pengalaman bekerja di industri ini akan dikonversikan dengan mata kuliah. Ketika lulus, kemampuan mereka bisa sesuai dengan kebutuhan industri. Bahkan banyak mahasiswa yang direkrut untuk bekerja di industri tempat mereka magang,” tutur Gunawan.
Seusai magang di industri, mahasiswa harus kembali ke kampus untuk menyelesaikan skripsi. “Mereka bisa belajar budaya di perusahaan tersebut, bisa memahami teknologi yang dikembangkan, dan memiliki pengalaman dalam menangani proyek-proyek,” imbuhnya.
Cyber University juga mendorong mahasiswanya untuk go international karena lapangan pekerjaan tidak hanya di Indonesia. Untuk itu, Cyber University mengembangkan program Student Exchange, Student Mobility agar mahasiswa Indonesia bisa bersaing dan bekerja sama dengan mahasiswa asing. “Kita pertemukan mahasiswa kita dengan mahasiswa asing agar saling berinteraksi dan membuat proyek bersama. Kalau perlu mereka saling berdebat satu sama lain sehingga menaikkan rasa percaya diri. Kadang-kadang rasa percaya diri perlu ditingkatkan supaya mereka bisa bekerja di luar zona nyaman,” ujarnya.
Hasilkan 30 Paten
Gunawan memiliki pengalaman panjang di dunia riset dan teknologi. Selama 3 tahun ia pernah bekerja di Universitas Teknologi Petronas (UTP), sebuah universitas swasta terbaik di Malaysia. Sebelumnya, ia bekerja selama 10 tahun di MIMOS, perusahaan riset dan pengembangan teknologi terkemuka di Malaysia.
Di MIMOS, Gunawan menduduki berbagai macam posisi. Pada 2006, MIMOS sudah mengembangkan quantum computing (komputasi kuantum) yang saat ini sedang ramai dibicarakan. Komputasi kuantum merupakan jenis komputasi yang operasinya dapat memanfaatkan fenomena mekanika kuantum, seperti superposisi, interferensi, dan keterikatan. Komputasi kuantum bisa diaplikasikan untuk bidang kesehatan, industri, keamanan, dan lain-lain. “Jika untuk menganalisa suatu penyakit membutuhkan waktu dan data yang banyak, dengan teknologi canggih ini bisa lebih cepat,” ungkapnya
Pada 2020, Gunawan pulang ke tanah air karena ada tawaran menjadi Wakil Rektor (Warek) I di BRI Institute. Sewaktu bekerja di Malaysia dan Amerika, Gunawan banyak mengembangkan berbagai teknologi yang menghasilkan 30 paten. “Salah satu alasan saya mau pulang, karena teknologi-teknologi tersebut bisa dikembangkan Indonesia sehingga bermanfaat bagi masyarakat,” ungkapnya.
Paten dari teknologi yang dikembangkan Gunawan memang menjadi milik perusahaan tempatnya bekerja. Namun sebagai penemu, ia bisa mengembangkan paten-paten tersebut di tempat yang berbeda hingga menjadi teknologi baru. Teknologi-teknologi tersebut dipamerkan di Bandung Science Center, sebagai media pembelajaran bagi pelajar dan mahasiswa. Tujuannya untuk memotivasi generasi muda. “Alat seperti ini buatan orang Indonesia, kalian pasti mampu untuk membuat teknologi seperti ini,” pesan Gunawan.
Transformasi Digital
Sebagai sosok yang telah lama berkiprah di bidang teknologi, Gunawan meyakini bahwa transformasi digital membuat proses bisnis akan lebih efektif dan efisien. Ia mencontohkan, seorang pemimpin tak mungkin memperhatikan perilaku semua pegawai. Dengan teknologi digital seperti gadget dan kamera, perusahaan bisa memantau kinerja pegawai atau karyawan.
Begitu juga di industri minyak dan gas yang pernah digelutinya. Pemantauan aktivitas di lapangan bisa dilakukan secara digital dengan teknologi internet of things (IoT) melalui pemasangan sensor untuk mendapatkan data real yang terhubung ke dashboard. “Pengambil keputusan mengetahui kondisi di lapangan secara real time. Kalau dulu perusahaan harus mengirim orang ke lapangan. Biayanya besar, sementara data yang didapatkan belum tentu akurat,” terangnya.
Berbagai data yang didapatkan dari sensor menjadi big data yang diolah melalui data analitik. Hasil pengolahan data berupa informasi yang bisa digunakan oleh pengambil keputusan untuk melakukan tindakan, misalnya pemeliharaan secara berkala. Dengan adanya teknologi digital, terangnya, keterlibatan manusia sudah berkurang. Pimpinan tidak perlu datang ke lapangan. Setiap hari, ada sistem yang melakukan pengecekan secara otomatis.
Gunawan mengungkapkan, saat bekerja di MIMOS, transformasi digital dilakukan di bidang pertanian, perikanan, kesehatan dan energi. Di bidang perikanan misalnya, mereka memasang sensor di tambak-tambak udang. Tujuannya untuk memastikan bahwa pertumbuhan udang sesuai harapan dan bisa dipanen setiap tiga bulan.
Untuk bidang kesehatan, teknologi digital bisa dilakukan untuk mengukur gula darah. Biasanya, gula darah diukur dari sampel yang diambil menggunakan alat yang ditusukkan di jari atau dengan jarum suntik. Jika dilakukan pada orang dewasa proses tersebut tidak bermasalah. Namun untuk bayi yang kondisinya masih lemah dibutuhkan metode lain. MIMOS mengembangkan teknologi digital berbasis IoT untuk mengambil darah tanpa harus disuntik, tetapi menggunakan foto cahaya.
Selain teknologi digital, saat ini kecerdasan artifisial atau artificial intelligence juga marak digunakan di berbagai bidang. Gunawan mengungkapkan bahwa teknologi AI kini telah masuk ke generasi kedua yang lebih pintar yaitu generatif AI (Gen AI). Gen AI memiliki banyak kegunaan, misalnya untuk penelitian penyakit yang susah dianalisa dokter dengan alatnya yang ada. “Meskipun teknologi tersebut banyak membantu, tapi kita harus mempelajari risk management-nya. Risikonya harus kita ketahui oleh semua orang supaya menyiapkan antisipasinya. Misalnya data semua rakyat Indonesia ada di Kementerian Dalam Negeri, bagaimana melindunginya,” ungkapnya.
Gunawan menilai digitalisasi bisa menjadi solusi untuk mengurangi kesenjangan sosial di Indonesia. Dengan pemanfaatan teknologi digital, akses terhadap pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi dapat terbuka lebih luas, bahkan hingga ke pelosok negeri. Transformasi digital ini harus didukung dengan peningkatan watak dan keterampilan, literasi digital, serta kolaborasi antar sektor. “Kita tidak bisa lagi bekerja sendiri-sendiri. Kolaborasi adalah kunci agar Indonesia bisa maju bersama,” tegasnya.
 
			
 
                                








