Jakarta, Business Asia – AFTECH Annual Members Survey (AMS) 2024 diluncurkan oleh Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) berkolaborasi dengan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pada Rabu, 31 Juli 2024, sebagai bagian rangkaian Digital Transformation Indonesia Conference and Expo (DTI-CX) di Jakarta Convention Center.
Kontribusi pertumbuhan industri fintech di Indonesia terpantau pada sejumlah aspek, seperti peningkatan ekspansi bisnis, perbaikan nilai transaksi, maupun penyempurnaan tata kelola dan keamanan siber.
AFTECH AMS 2024 mengangkat tema “Indonesia’s Fintech Resurgence: A New Wave of Innovations and Possibilities” fokus menyoroti terhadap peningkatan daya saing industri fintech nasional melalui penerapan prinsip governance, risk management, and compliance (GRC), akses terhadap pemerataan infrastruktur, iklim regulasi yang kondusif, tren pengembangan sumber daya manusia, kesetaraan gender, serta penerapan prinsip Enviromental, Social, & Governance (ESG).
AMS 2024 menangkap lanskap industri fintech di Indonesia yang kembali menunjukkan perkembangan positif pasca-tech winter dan di tengah volatilitas perekonomian global. Perkembangan ini juga disertai dengan peningkatan ekspansi bisnis, minat pada talenta lokal, perbaikan pada kesetaraan gender, serta tumbuhnya minat industri fintech pada isu lingkungan dan tanggung jawab sosial.
Meskipun masih dihadapkan tantangan dalam pemenuhan kebutuhan teknologi dan infrastruktur, perkembangan pada arah yang positif industri fintech didukung oleh regulasi seperti UU P2SK, UU PDP, UU ITE, dan berbagai peraturan pelaksanaannya.
Sekretaris Jenderal AFTECH, Budi Gandasoebrata dalam welcoming remarks menyampaikan bahwa AFTECH AMS 2024 merupakan inisiasi penting yang AFTECH lakukan untuk memahami kebutuhan dan tantangan yang dihadapi pada industri fintech.
“Industri fintech semakin fokus pada profitabilitas dengan strategi bisnis berkelanjutan, efisiensi operasional, dan pengembangan produk bernilai tinggi. Komitmen pada prinsip Governance, Risk Management, and Compliance (GRC) dan penerapan prinsip Environment, Social, Governance (ESG) membantu mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang”, ucap Budi.
Lebih lanjut, Budi menyampaikan semangat kerjasama dan kolaborasi dengan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lain dan Pemerintah menjadi upaya industri fintech dalam mengembangkan usaha sekaligus meningkatkan inklusi dan literasi keuangan.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keungan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam sesi Pidato Kunci I menyebutkan bahwa terdapat tantangan dan peluang inovasi teknologi sektor keuangan. Dalam mendukung ekosistem industri jasa keuangan yang inklusif dan berkelanjutan, OJK akan secara proaktif mendukung inovasi yang dilakukan oleh pelaku industri fintech melalui penyusunan regulasi yang berkesinambungan.
“Tren industri fintech yang positif memerlukan kerangka regulasi yang kuat, sehingga dalam perkembangannya regulasi menjadi faktor penting dalam mendukung industri fintech untuk memastikan reputasinya dan meningkatan kepercayaan konsumen”, ucap Djoko yang turut mempertegas bahwa dukungan yang diberikan bagi industri fintech terkait regulasi secara garis besar mencakup fasilitasi regulasi fintech yang mendukung inovasi dan kolaborasi antara fintech dengan ekosistem lainnya, investasi pada infrastruktur pendukung sarana teknologi informasi dan data, serta edukasi sumber daya manusia di berbagai jenjang yang dapat mendorong peningkatan talenta digital di Indonesia.
Diketahui bahwa berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh World Bank pada tahun 2021, mencatat bahwa Indonesia mengalami talent gap di bidang digital dan membutuhkan 9 juta talenta digital hingga 2030. Namun demikian, AFTECH AMS 2024 menangkap optimisme perusahaan fintech dengan mayoritas responden (73,0%) percaya bahwa akan ada penurunan kesenjangan keterampilan talenta di masa depan.
Ragam produk dan layanan pada model bisnis yang berkembang di industri fintech berpeluang besar untuk dikolaborasikan, baik sesama pelaku fintech maupun dengan layanan jasa keuangan konvensional serta pihak-pihak lainnya.
Sebagaimana tertuang pada pasal 213, UU P2SK menyatakan bahwa salah satu cakupan ruang lingkup ITSK meliputi sistem pembayaran yang memanfaatkan inovasi teknologi dalam menyediakan sistem transaksi keuangan digital dengan melibatkan tahapan pemrosesan transaksi pembayaran yang terdiri atas kegiatan pra transaksi, insiasi, otorisasi, kliring, setelmen, dan pascatransaksi dalam mendukung ekonomi dan keuangan digital.
“Dengan sinergi dan kolaborasi yang tepat antara pemerintah, lembaga, serta asosiasi industri, pengembangan teknologi keuangan digital dan infrastruktur penunjang yang didukung dengan regulasi yang ramah inovasi akan mampu berkontribusi pada inklusi keuangan. Misalnya, dengan menghadapi tantangan pada akses keuangan dan mendorong pertumbuhan yang optimal dalam mencapai digital payment infinity”, ungkap Erwin Haryono selaku Kepala Departemen Komunikasi BI dalam sesi Pidato Kunci II Peluncuran AFTECH AMS 2024 di Jakarta.
Kolaborasi dengan lembaga keuangan lain dan pemerintah memperkuat peran fintech dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan dalam menjawab tantangan kondisi ekonomi global. Hal ini terlihat dari kinerja investasi fintech sebagai bagian dari penyedia layanan keuangan belum membaik.
Tercatat pada Tracxn Geo Annual Report (2023) bahwa tren pendanaan fintech turun 22,3% sepanjang lima tahun terakhir. Penurunan kinerja investasi diakibatkan ini adanya makroekonomi global salah satunya perlambatan hingga geopolitik.
Menjawab tantangan tersebut, Staf Ahli Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal Kemenkeu, Arief Wibisono berpesan kepada industri fintech untuk dapat mengoptimalkan inovasi teknologi dalam menghadapi tantangan serta memanfaatkan peluang dalam ekonomi global. “Fintech menghasilkan berbagai produk dan produk dan produk dan inovasi penting dalam melayani berbagai kelompok, khususnya kelompok demografis generasi muda yang tech-savvy, sehingga dapat memberikan kontribusi positif serta berpotensi mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi”.
Arief menambahkan “Berhubungan dengan ESG, dengan adanya beberapa tren yang relevan dengan fintech, seperti pembiayaan hijau, pemain fintech harus mampu mengadaptasi strategi untuk tidak hanya menarik investasi, tetapi juga dalam menjaga pertumbuhan pendapatan di tengah tantangan ekonomi global. Nilai transaksi juga merupakan indikator penting dalam menilai performa dan pertumbuhan perusahaan fintech.”
Dalam setahun terakhir, industri fintech masih dihadapkan pada kondisi perekonomian global yang masih fluktuatif dan tech winter yang berkepanjangan. Meskipun demikian, sektor fintech Indonesia terus menunjukkan ketangguhan dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang ada.
Berdasarkan hasil AMS 2024, data yang diperoleh mempertegas bahwa industri fintech di Indonesia terus berkembang dan beradaptasi dengan dinamika perekonomian, perubahan regulasi, dan kesenjangan infrastruktur. Inovasi dan adopsi teknologi, strategi bisnis berkelanjutan dan tata kelola yang baik, serta peningkatan kesadaran terhadap isu ESG menjadi kunci untuk menjaga momentum positif ini.
Dengan adanya berbagai inovasi dan kolaborasi yang solid dengan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya, industri fintech di Indonesia berhasil menciptakan solusi keuangan yang inklusif dan efisien bagi masyarakat luas serta menempatkan fintech menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam ekosistem ekonomi digital.
Diharapkan hasil dari AFTECH AMS 2024 dapat menjadi landasan bagi AFTECH dalam merancang program – program yang lebih inovatif, akomodatif, dan tepat sasaran, serta memperkuat kolaborasi antaranggota dan pemangku kepentingan lainnya. AFTECH percaya bahwa dengan adanya kerja sama yang solid akan dapat mendorong terciptanya pertumbuhan industri fintech di Indonesia yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dapatkan informasi terkait AFTECH Annual Members Survey (AMS) 2024 melalui tautan: https://asosiasifintech.org/AFTECH-AMS2024-BAHASA
* * *