Jakarta, Businessinasia.id – Saat ini, Ardhasena menjabat sebagai Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Ardhasena memiliki beberapa inovasi pengembangan layanan informasi iklim terapan yang multidisipliner, 1 patent dan 6 HAKI antara lain untuk Early Warning Demam Berdarah Dengue, Early Warning Kebakaran Hutan dan Lahan, Sistem informasi potensi dan prediksi energi terbarukan untuk surya, mengembangkan standar internasional untuk cuaca dan iklim ekstrim sebagai standar resmi dunia dibawah World Meteorological Organization, mengembangkan kerangka assessment atribusi kejadian iklim ekstrim dan bencana dibawah WMO untuk mendukung kebijakan Loss and Damage internasional UNFCCC, 1 patent untuk low cost disdrometer dan 1 patent (aplikasi) untuk low cost pollution monitoring.
Dalam Seminar Nasional Hari Kreativitas dan Inovasi Sedunia 2023 yang diadakan oleh Asosiasi Daya Riset dan Inovasi Nasional (DRIN) pada 20 Mei 2023, Ardhasena memaparkan “Teropong Iklim Masa Depan”. Dalam Climate projections: max temperature, Ardhasena menyebutkan bahwa proyeksi iklim relatif baik dalam simulasi global mean temperature, sangat variatif dalam regional impact khususnya precipitation, belum menyesuaikan updated emission scenario (RCP ke SSP) dan Resurgence konsentrasi CO2 pasca COVID-19 sudah dimasukkan dalam recent climate forcing.
‘‘Usulan inovasi kami itu ada di rentang waktu antara skala climate variability dan climate change, disitu peranan iklim terapan itu sangat penting. Peran riset dan inovasi juga sangat penting dan itu memfasilitasi perencanaan yang lebih baik untuk kita menghadapi climate change yang akan datang,‘‘ ujar Ardhasena.
Dari perubahan iklim ini, tidak ada sektor yang tidak terdampak oleh perubahan iklim, hampir semua terdampak pada kualitas udara, energi terbarukan, pertanian energi dan lain sebagainya.
‘‘Dan kami mencoba menerapkan layanan iklim terapan untuk berbagai macam sektor strategis ini sebagai satu invensi yang harapannya juga dilanjutkan kepada inovasi,‘‘ lanjut Ardhasena.
Ardhasena memberikan contoh showcase dimana dirinya membuat satu rangka disiplin antara ilmu iklim dengan ilmu epidemiologi sehingga memiliki early warning demam berdarah di beberapa lokasi di Indonesia seperti di Jakarta, Bandung dan Bali dan ini tidak hanya sekedar early warning tetapi juga sudah dipakai hingga kegiatan di level masyarakat.