Businessasia.co.id – Tantangan ketenagakerjaan di Indonesia sangat kompleks dan beragam, mencakup masalah kualitas sumber daya manusia (SDM), kesempatan kerja, perlindungan pekerja, adaptasi terhadap perubahan teknologi, dan lain-lain.
Menjawab tantangan ketenagakerjaan itu, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Estiarty Haryani menekankan pentingnya kerja kolaboratif antar kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha, akademisi, praktisi, dan media (penta helix). “Kita harus membangun kerja kolaboratif untuk menjawab tantangan ketenagakerjaan tersebut. Kementerian Ketenagakerjaan tidak bisa melakukannya sendiri, kita harus membuka diri untuk bisa bekerja sama dengan banyak pihak,” ujar Esti saat wawancara ekslusif dengan Business Asia Indonesia di Jakarta, pada Kamis (19/6/2025).
Pendekatan kerja kolaboratif ini bukan sekadar jargon. Kemnaker aktif menjalin sinergi dan meningkatkan Kerjasama lintas Kementerian dan Lembaga, diantaranya Kementerian Dikdasmen, Kementerian Diktisaintek, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian PPPA sampai ke Kementerian Pariwisata untuk membangun kolaborasi,” jelas Esti.
Menurutnya, tantangan ketenagakerjaan di Indonesia harus dihadapi bersama dan dicarikan solusi secara bersama-sama secara kolaboratif. Karena itu dalam memutuskan atau menetapkan kebijakan, Pemerintah melalui Kemnaker melibatkan unsur penta helix sehingga keberterimaannya tinggi. “Kata keberterimaan menurut saya sangat penting agar jangan sampai saat kita menetapkan kebijakan daya tolak dari yang akan diatur itu tinggi, karena ego sektoral, tidak dilibatkan atau kurangnya dialog. Karena itu, setiap kebijakan yang akan diterbitkan harus melalui komunikasi publik yang bagus, kalaborasi bersama untuk ketenagakerjaan infklusif” tuturnya.
Meningkatkan Kompetensi, Mendongkrak Produktivitas
Kualitas Ketenagakerjaan Indonesia masih rendah yang tercermin dari data human capital index dan berada di bawah rata-rata ASEAN. Produktivitas tenaga kerja Indonesia cenderung terus mengalami peningkatan namun masih dibawah rata-rata ASEAN. Di sinilah perlunya peningkatan kompetensi untuk mendongkrak produktivitas tenaga kerja Indonesia.
Kemnaker salah satu tugasnya adalah meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia. Kompetensi seseorang terdiri dari tiga aspek yaitu pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude). Untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja, Kemenaker memiliki Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) di seluruh Indonesia aktif menyelenggarakan pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja atau industri.
BPVP merupakan unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (Ditjen Binalavotas) Kemnaker. BPVP bertugas melaksanakan pelatihan vokasi, peningkatan produktivitas, sertifikasi kompetensi, serta konsultasi dan pengembangan jaringan di bidang pelatihan vokasi dan produktivitas.
Pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan BPVP dan BBPVP tak hanya bersifat teknis, tetapi juga disesuaikan dengan tren masa kini dan akan datang, seperti smart farming, green jobs, dan keterampilan digital. Pelatihan ini dilaksanakan melalui kerja kolaboratif dengan kementerian dan lembaga. Misalnya kolaborasi dengan Kementerian Kehutanan terkait agroforestry dan Kementerian Pertanian terkait pelatihan smart farming.
Menurut Esti, pelatihan-pelatihan yang digelar Kementerian Ketenagakerjaan bersifat inklusif dan bisa diikuti siapa saja tanpa ada pembatasan usia. Untuk menjawab tantangan ketenagakerjaan, pelatihan yang digelar meliputi skilling, re-skilling, dan up-skilling. “Skilling untuk yang mau punya skill, kemudian re-skilling apabila dia ingin beralih skill, dan up-skilling apabila dia akan meningkatkan skill-nya itu,” terang Esti.
Esti menjelaskan, “Kementerian Ketenagakerjaan menghadapi berbagai tantangan dalam upaya membangun ketenagakerjaan di Indonesia. Tantangan tersebut berupa transformasi Balai Latihan Kerja untuk mendukung berbagai program prioritas Pemerintah,fokus pada future skill dan kebutuhan industri seperti: hilirasasi industri, makan bergizi gratis, menciptakan inklusivitas pekerjaan bagi kelompok rentan seperti pekerja disabilitas, wanita, lanjut usia, kelompok muda, penyusunan dan penyempurnaan regulasi ketenagakerjaan, seperti revisi UU No 13 tahun 2003 (terkait upah minimum, hubungan kerja, outsourcing, syarat bekerja, hak cuti, pesangon, dll), dan regulasi yang melindungi pekerja platform digital”.
“tantangan strategis lainnya berupa law-enforcement norma ketenagakerjaan dan K3 di industri, penerapan Hubungan Industrial transformatif (shared-vision dari pengusaha dan Serikat Pekerja), serta pengembangan Labor Market Information System (SiapKerja)” lanjut Esti
Dalam program hilirisasi industri, Kemnaker melihat program ini sebagai kunci untuk menciptakan lapangan kerja berkualitas dan meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia. Esti menjelaskan “Hilirisasi industri diharapkan dapat menciptakan ratusan ribu lapangan kerja baru, dan Kemnaker fokus pada pengembangan program perluasan kesempatan kerja untuk menyerap tenaga kerja potensial”. Kemnaker berperan penting dalam mendukung hilirisasi industri dengan memastikan ketersediaan tenaga kerja yang kompeten dan terlatih. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menyelaraskan program ketenagakerjaan dengan kebutuhan industri, termasuk melalui pelatihan kerja dan perluasan kesempatan kerja.
Terkait dengan tantangan Pemerintah untuk menghadapi transformasi ekonomi digital, Kemnaker menyadari bahwa digitalisasi telah mengubah pola pekerjaan, dari manual menjadi berbasis digital, dan berupaya untuk mengadaptasi kebijakan dan program ketenagakerjaan agar sesuai dengan perubahan ini. Esti menambahkan “Kementerian Ketenagakerjaan terbuka untuk menjalin kerja sama dengan platform digital yang menawarkan solusi pengembangan tenaga kerja di Indonesia. Untuk menghadapi tantangan ketenagakerjaan kompleks, meningkatkan keterampilan digital sangat dibutuhkan bagi tenaga kerja Indonesia”. Dalam rangka memanfaatkan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia, Kemnaker membuka diri untuk bekerja sama dengan berbagai platform digital yang menawarkan solusi pengembangan tenaga kerja, seperti platform pendidikan dan pelatihan online.
Mewujudkan Indonesia Emas 2025
Visi Indonesia Emas 2045 dicanangkan Pemerintah untuk mewujudkan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang lebih baik dan merata dengan kualitas manusia yang lebih tinggi, ekonomi Indonesia yang meningkat menjadi negara maju dan salah satu kekuatan ekonomi terbesar dunia, pemerataan yang berkeadilan di semua bidang pembangunan, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat dan demokratis. Pada bidang ketenagakerjaan, visi ini diarahkan menciptakan angkatan kerja yang berkualitas, produktif, dan berdaya saing tinggi.
Untuk mencapai visi ini, pemerintah menekankan pentingnya pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan vokasi, peningkatan kualitas SDM, serta inovasi teknologi dan digitalisasi. Langkah ini diperlukan karena tenaga kerja Indonesia masih didominasi lulusan SD, SMP, dan SMA.
Esti meyakini, visi Indonesia Emas 2045 bisa tercapai melalui kerja bersama atau kolaborasi antar Kementerian/lembaga dan unsur penta helix lainnya. terangnya. Kolaborasi ini penting karena masalah ketenagakerjaan terkait berbagai hal, misalnya pendidikan. Untuk itu, Kementerian Ketenagakerjaan menjalin kerjasama dengan Kementerian Dikdasmen dan Kementerian Diktisaintek. Kementerian Ketenagakerjaan juga terus menjalin Kerjasama dengan kementerian dan Lembaga lain.
Esti menjelaskan bahwa angka pengangguran di Indonesia sekitar 4,76% atau 7,28 juta jiwa. “Kita harus memberikan satu treatment khusus supaya angka pengangguran kita semakin menurun. Hal ini tidak bisa dikerjakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan saja,” tuturnya.
Mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 termasuk juga didalamnya berbagai upaya Kemnaker untuk mempersiapkan SDM ketenagakerjaan dapat bersaing secara global. Esti menjelaskan “Untuk dapat menciptakan SDM yang dapat bersaing secara global diperlukan berbagai terobosan dari Kemenaker. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi dinamika ekonomi global yang berlangsung sangat cepat. Salah satu terobosan yang dapat dilakukan dengan transformasi digital pelayanan ketenagakerjaan. Seluruh pelayanan ketenagakerjakan diintegrasikan dalam suatu sistem layanan digital SIAPkerja. Tujuannya untuk memudahkan akses bagi seluruh warga negara yang membutuhkan pelayanan dan manfaat yang diberikan Kemnaker”.
Selain mempermudah layanan ketenagakerjaan dengan menyediakan layanan digital, Kementerian Ketenagakerjaan juga mengupayakan pembangunan ketenagakerjaan secara inklusif. Penyandang disabilitas juga mendapatkan perhatian untuk dapat berpartisipasi di dunia kerja. Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas telah mengatur bahwa pemberi kerja perusahaan swasta wajib mengalokasikan minimal 1% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Sementara pemberi kerja di sektor publik mengalokasikan minimal 2% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Pemberi kerja menjamin akomodasi yang layak dan aksesbilitas fasilitas kerja bagi penyandang disabilitas.
Selain Undang-undang, ada Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2020 yang mengatur kewajiban pemerintah daerah untuk membentuk Unit Layanan Disabilitas (ULD) Ketenagakerjaan. ULD bertugas memfasilitasi, mengawasi dan mendukung penempatan kerja penyandang disabilitas di wilayahnya. “Jadi negara sudah mengatur demikian rupa supaya setiap warga negara kita dengan berbagai kondisi itu diperhatikan,” ujar Esti.
30 Tahun Mengabdi
Esti memulai perjalanan karir di Kemnaker dengan latar belakang pendidikan yang berbeda dengan pekerjaannya. Selepas lulus S1 dari Fakultas Peternakan, Universitas Jambi pada 1993, ia mendaftar sebagai calon PNS dan diterima bekerja di Kemnaker pada Maret 1994.
Saat itu ia ditempatkan di Ditjen Binalattas kemudian berpindah-pindah mulai dari Inspektorat Jenderal hingga Biro Perencanaan. Sebelum diangkat menjadi Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga, Esti menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan. “Jadi setelah lulus S1, Esti tergerak untuk meningkatkan pendidikan formalnya. ia pun lantas melanjutkan pendidikan formalnya ke jenjang S2 di Studi Pembangunan ITB dan lulus pada tahun 2000.
Setelah lulus pendidikan S2, Esti mengaplikasikan ilmu di tempat kerjanya sebagai Kepala Sub Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan di Sekretariat Inspektorat Jenderal. Setelah sempat berpindah pada beberapa unit kerja, pada tahun 2014 Esti mendapatkan penugasan sebagai Direktur Produktivitas dan Kewirausahaan, Ditjen Pelatihan dan Produktivitas dan sekaligus sebagai Head of National Productivity Organization (NPO) of Indonesia, pada tahun 2017 sebagai Sekretaris Inspektorat Jenderal, kemudian sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan pada tahun 2021. Kemudian ditugaskan sebagai Kepala Badan Perencanaan Pengembangan Kebijakan Kemnaker, hingga saat ini memegang tanggung jawab sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga.
Di dalam menjalankan tugasnya, Esti tetap menempatkan keluarga sebagai penopang utama. Ia bersyukur suami dan anaknya memberikan dukungan penuh terhadap pekerjaannya. “Artinya dari sisi keluarga, suami dan anak menjadi bagian yang menenangkan saya sehingga tidak menghadapi kendala untuk membagi waktu kerja. Kuncinya komunikasi dan saling percaya,” tuturnya sambil tersenyum.