Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memperkirakan pada tahun 2021 terdapat lebih dari 64 juta UMKM di Indonesia.
Menurut data World Economic Forum, pada tahun 2022 UMKM telah membuka lapangan kerja bagi lebih dari 100 juta pekerja dengan hampir 65 persen diantaranya adalah perempuan. Selanjutnya, antara tahun 2017 hingga tahun 2020, pangsa pengusaha perempuan yang terlibat dalam perdagangan secara online (e-commerce) bertambah sebanyak tiga kali lipat.
Selain itu, pandemi telah mempercepat adopsi model bisnis secara digital dan e-commerce oleh usaha yang dimiliki perempuan. Kajian terbaru oleh SMERU Research Institute menyebutkan bahwa lebih dari 50 persen perusahaan milik perempuan yang disurvei meningkatkan penggunaan internet maupun platform digital selama dan setelah pandemi COVID-19. Selanjutnya, seperti yang disorot oleh laporan digitalisasi Bank Dunia tahun 2021, hampir 60 persen perempuan pengguna internet yang meninggalkan pekerjaan sebelumnya karena hamil dan melahirkan, kini bekerja di bidang e-commerce.
Pembahasan ini menjadi topik utama pada webinar yang diselenggarakan bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional (8/3) bertajuk “Perempuan di Era Digital: Pemanfaatan Layanan Digital untuk Pertumbuhan Bisnis”. Webinar ini diselenggarakan oleh Bank Dunia, berkolaborasi dengan Women’s World Banking dan didukung oleh Pemerintah Australia.
Pemerintah Indonesia mendukung UMKM perempuan serta peningkatan kapabilitas digital. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin mengungkapkan, terdapat dua kategori UMKM perempuan yaitu tipe survivalist, dimana lebih bertujuan untuk mencukupi kebutuhan dan mempertahankan usahanya, lalu ada tipe growth-oriented yang lebih memikirkanpengembangan usahanya. Dalam menjawab kebutuhan khusus usaha survivalist dan growth-oriented bisa dilakukan dengan dukungan digitalisasi UMKM perempuan, misalnya pelatihan sumber daya literasi digital dan adopsi teknologi digital, peningkatan fleksibilitas usaha melalui peliputan media dan recognition di acara online dan offline serta mentoring untuk wirausaha perempuan.
“Platform digital menawarkan lebih banyak fleksibilitas untuk menyeimbangkan tanggung jawab para perempuan baik di tempat usahanya maupun di rumah, di saat meningkatnya tanggung jawab pekerjaan tak berbayar atau unpaid work di tengah pandemi yang juga lebih meningkat secara disproporsional terhadap perempuan, menurut data UN Women tahun 2020.” jelasnya.
Ahmad Dading Gunadi, Direktur Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi Bappenas RI, mengatakan bahwa perempuan berpotensi mengembangkan perekonomiannya melalui digitalisasi walau masih ditemukan berbagai tantangan.
“Dari sisi kapasitas, perempuan punya potensi namun akses ke pasar dan akses keuangan masih terbatas. Pada sebuah studi tentang keuangan digital, masih ada gap yang cukup besar antara perempuan yang hanya bisa mengakses sekitar 29 persen dibandingkan laki-laki 33 persen.” jelasnya. Dading berharap regulasi dan ekosistem yang mendukung dan ramah pada bisnis perempuan dapat ditingkatkan, juga bagaimana dukungan dapat mengadopsi kebutuhan perempuan.
Memastikan akses kepada teknologi digital juga merupakan hal yang penting untuk dapat membuka peluang dan meningkatkan pertumbuhan perempuan pelaku usaha. Ririn Salwa Purnamasari, Senior Economist Bank Dunia pun mengungkapkan, “Jadi, para pelaku usaha mempunyai akses ke teknologi, namun secara umum ternyata laki-laki dua kali lebih tinggi menggunakan [platform] digital dibandingkan perempuan. Tetapi pada saat perempuan mempunyai kesempatan untuk bisa akses digital, mereka lebih besar kemungkinannya untuk menggunakan untuk e-commerce, misalnya. Jadi di sinikuncinya adalah akses, akses ke digital itu sendiri.”
Vitasari Anggraeni, Wakil Direktur Kebijakan Asia Tenggara Women’s World Banking mengatakan bahwa tantangannya akan berbeda di masing-masing stages. “Ketika bicara akses kaitannya dengan pemahaman bahwa layanan digital yang dibutuhkan itu ada dan ini menjadi PR dari perempuan pengusaha mikro untuk belajar. Sementara para penyedia jasa layanan keuangan atau jasa teknologi dapat lebih adaptif untuk diakses oleh perempuan pengusaha, seperti access to capital atau keuangan itu sendiri” jelasnya.
Pendampingan teknis dan juga produk yang lebih user-friendly seperti dalam bentuk modul pelatihan atau training digital dibutuhkan untuk mengubah perilaku sehingga ketika sudah memiliki akses serta pengetahuan, perempuan pengusaha dapat memanfaatkannya.
Perempuan pelaku usaha sangat perlu mengadopsi digitalisasi dalam bisnisnya saat ini, karena sangat banyak keuntungan dari digitalisasi tersebut. Diah Yusuf, Ketua Womenpreneur Indonesia Network mengatakan “Adopsi digital dapat meningkatkan efisiensi, peningkatan produktivitas, biaya operasional yang lebih rendah, meningkatkan pengalaman pelanggan, agility dengan perubahan yang sangat dinamis dan cepat, peningkatan moral karyawan, peningkatan komunikasi, peningkatan transparansi, peningkatan keunggulan kompetitif, sehingga bisa mengambil keputusan usaha lebih cepat,” tutur Diah.
Womenpreneur Indonesia Network merupakan sebuah perkumpulan pemberdayaan ekonomi perempuan. Tiga pilar fokus yang menjadi program pengembangan wirausaha perempuan yang dilakukan oleh Womenpreneur Indonesia Network adalah; penguatan kapasitas UMKM perempuan, perluasan akses pasar, dan akses pembiayaan yang juga berfokus pada peningkatan kapabilitas digital untuk perempuan.
Berbagai pihak perlu berkolaborasi untuk bersama-sama meningkatkan kapabilitas digital UMKM perempuan. Hal ini perlu dilakukan secara inklusif dan berkelanjutan sesuai dengan tema Hari Perempuan Internasional yakni, “DigitALL: Innovation and technology for gender equality”.