Jakarta, Business Asia – Fenomena gagal bayar (galbay) dalam Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau Fintech Lending belakangan ini semakin marak. Banyak konten beredar di media sosial yang justru menormalisasi bahkan mendorong masyarakat untuk turut melakukan galbay. Padahal, tindakan ini menimbulkan konsekuensi serius, mulai dari risiko hukum, rusaknya reputasi individu, hingga hilangnya akses terhadap layanan keuangan formal di masa depan.
Melihat urgensi tersebut, International Association of Registered Financial Consultants (IARFC) Indonesia menggelar forum diskusi bersama media bertajuk “Generasi Anti Galbay: Finansial Sehat, Masa Depan Hebat”. Forum ini bertujuan memberikan pemahaman tentang dampak galbay dan pentingnya menjaga reputasi finansial melalui media, sebagai mitra strategis untuk memerangi informasi menyesatkan dengan menyajikan pemberitaan yang objektif dan berimbang kepada masyarakat.
Executive Vice President IARFC Indonesia, Bareyn Mochaddin mengungkapkan saat ini masih ada kesenjangan antara tingkat literasi dan inklusi keuangan yang membuat masyarakat lebih rentan terjebak dalam keputusan finansial yang merugikan. Oleh karena itu, edukasi merupakan kunci penting untuk mencegah masyarakat dari perilaku galbay, diperkuat dengan peran strategis media untuk tidak hanya menyampaikan informasi secara benar, tetapi juga mendorong kesadaran kolektif masyarakat agar lebih bijak dalam mengelola keuangan.
Berdasarkan data survei Otoritas Jasa Keuangan dan Badan Pusat Statistik indeks literasi keuangan pada 2025 berada di angka 66,46%, sementara inklusi keuangan sudah mencapai 80,51%. Angka ini menunjukkan bahwa meskipun akses masyarakat terhadap layanan keuangan semakin luas, pemahaman mereka dalam mengelola keuangan masih tertinggal. Kesenjangan ini membuka celah bagi munculnya narasi menyesatkan, termasuk ajakan galbay, yang dengan cepat menyebar melalui media sosial.
Melalui gerakan #GenerasiAntiGalbay, IARFC Indonesia ingin mengajak masyarakat, khususnya generasi muda untuk menjadi peminjam yang bertanggung jawab dengan cara mengukur kemampuan finansial, mengelola pengeluaran, serta menggunakan pinjaman secara bijak guna membangun reputasi finansial yang sehat. “Inisiatif ini menjadi langkah nyata dari IARFC Indonesia untuk menumbuhkan budaya keuangan yang lebih kuat, berkelanjutan, dan berorientasi pada masa depan generasi muda Indonesia yang lebih hebat.” ungkap Bareyn.
Galbay Menjerumuskan Individu Pada Masalah yang Lebih Berat
Lebih lanjut, Perencana Keuangan Senior dan Pendiri IARFC Indonesia, Aidil Akbar Madjid menjelaskan fenomena galbay ini muncul karena kombinasi sejumlah faktor seperti kurang memadainya pemahaman masyarakat dan pengaruh narasi menyesatkan yang banyak beredar di media sosial. Sehingga, tidak sedikit masyarakat yang menganggap galbay sebagai jalan pintas tanpa risiko untuk menghindari kewajiban finansial, padahal tindakan tersebut menjerumuskan individu pada masalah yang lebih berat.
“Mereka yang gagal bayar berisiko menghadapi konsekuensi hukum, baik tuntutan perdata hingga ancaman pidana. Dari sisi finansial, nama mereka tercatat memiliki riwayat kredit buruk dan akses ke layanan keuangan formal akan tertutup. Selain itu, tekanan psikologis, terganggunya hubungan keluarga, hingga dampak pada pekerjaan dan lingkungan sosial juga tidak bisa dihindari. Jadi galbay bukan solusi, namun justru sumber masalah baru yang dapat menjadi beban jangka panjang dan menghambat berbagai kesempatan finansial di masa mendatang,” jelas Akbar.
Ia mengingatkan masyarakat untuk lebih kritis dalam menyikapi setiap informasi yang beredar, terutama jika isinya mendorong perilaku merugikan. Menurutnya, cara sederhana yang bisa dilakukan adalah menilai apakah informasi tersebut sesuai dengan prinsip keuangan yang sehat, memiliki dasar dari sumber resmi, serta logis secara finansial. Jika berupa ajakan galbay, maka sudah pasti menyesatkan.
Adapun sejumlah langkah yang perlu diperhatikan agar masyarakat terhindar dari perilaku galbay. Pertama, mengukur kemampuan finansial sebelum meminjam dan memastikan cicilan tidak melebihi kapasitas keuangan bulanan. Kedua, mengatur pengeluaran secara bijak dengan memprioritaskan kebutuhan yang penting. Ketiga, menggunakan pinjaman secara bertanggung jawab sesuai kebutuhan.
“Pastikan juga hanya meminjam dari platform pinjaman daring (pindar) resmi yang berizin dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kebiasaan sederhana ini, bukan hanya membantu menjaga kesehatan finansial, tetapi juga mempertahankan skor kredit yang baik untuk masa depan,” tambah Akbar.
Pentingnya Menjaga Skor Kredit dan Membangun Reputasi Finansial
Senada, Aggi Nauval Guntur Surapati, CEO PT Cloudun Technology Indonesia, selaku Penyelenggara Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA) yang terdaftar di OJK dengan nomor S-137/IK.01/2025 (14 Maret 2025), menekankan pentingnya menjaga skor kredit yang merupakan representasi dari reputasi finansial seseorang. Skor ini akan menentukan sejauh mana masyarakat dapat mengakses berbagai layanan keuangan di masa depan, mulai dari kredit rumah, kendaraan, modal usaha, kartu kredit, dan pendanaan lainnya.
“Ketika seseorang memiliki riwayat kredit yang baik, peluang untuk mendapatkan kepercayaan dari lembaga keuangan akan jauh lebih besar. Sebaliknya, catatan galbay akan menjadi penghalang serius yang bisa menutup kesempatan untuk memperoleh pembiayaan, bahkan ketika yang bersangkutan sebenarnya sudah dalam kondisi finansial yang lebih stabil,” ujar Aggi.
Aggi menegaskan, membangun reputasi finansial tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan melalui kebiasaan disiplin dalam mengelola pinjaman dan menjaga komitmen pembayaran. Kemudahan akses pinjaman yang ditawarkan fintech lending harus diimbangi dengan pemahaman yang memadai. Jika dimanfaatkan dengan benar dan bertanggung jawab, fintech lending bisa menjadi solusi yang efektif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.
Wujudkan #GenerasiAntiGalbay
Masyarakat yang menjaga skor kredit dan reputasi finansialnya, khususnya generasi muda, akan memiliki kesempatan luas untuk berkembang di masa depan. Hal ini sejalan dengan tujuan gerakan #GenerasiAntiGalbay, yakni membangun generasi yang sehat secara finansial, bertanggung jawab dan mampu menata masa depan dengan lebih optimis.
Akbar menegaskan upaya membangun Generasi Anti Galbay tidak bisa dilakukan sendiri. “Kami berharap pemangku kepentingan seperti OJK, asosiasi industri, pelaku usaha, komunitas, hingga media bisa saling berkolaborasi untuk memperkuat literasi keuangan masyarakat. Dengan dukungan dan peran aktif dari semua pihak, pesan #GenerasiAntiGalbay bisa menjangkau lebih luas dan memberikan dampak nyata bagi masa depan finansial masyarakat Indonesia,” tutupnya.