Businessasia.co.id — BUMN Plat Merah PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re berhasil meraih predikat sebagai BUMN Informatif dengan skor 97,2 pada Monitoring dan Evaluasi (MONEV) Keterbukaan Informasi Publik 2024 yang diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat (KIP), sebuah pencapaian yang menegaskan komitmen perusahaan terhadap transparansi dan akuntabilitas.
Keberhasilan ini menjadi fondasi Indonesia Re untuk mempertahankan predikat sebagai badan publik informatif di tahun 2025 ini melalui berbagai inisiatif strategis dan inovasi dalam keterbukaan informasi.
Sebagai perwujudan komitmen tersebut, Indonesia Re kembali menggelar Forum Edukasi Keterbukaan Informasi Publik Indonesia Re Group. Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP), Donny Yoesgiantoro beserta Komisioner KIP Bidang Sosialisasi, Edukasi dan Komunikasi Publik, Samrotunnajah Ismail dan Komisioner KIP Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi, Syawaludin, Direksi Indonesia Re Group, serta Tim Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Indonesia Re Group.
Forum ini menjadi langkah strategis Indonesia Re untuk memperkuat sinergi dan pemahaman dalam pengelolaan informasi Perusahaan agar lebih akurat, transparan dan sesuai dengan kebutuhan informasi publik. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Direktur Utama Indonesia Re, Benny Waworuntu, dalam sambutannya menyampaikan bahwa implementasi keterbukaan informasi publik di Indonesia Re bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga cerminan komitmen perusahaan terhadap tata kelola yang akuntabel.
“Sebagai perusahaan milik negara, transparansi begitu penting. Kegiatan ini adalah upaya untuk meningkatkan keterbukaan informasi publik di lingkungan Indonesia Re grup. Selain itu, literasi juga menjadi fokus kami untuk menjelaskan kepada publik atau masyarakat mengenai perusahaan reasuransi, tetapi juga bagaimana perusahaan dijalankan berbasis akuntabilitas dan transparansi,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Informasi Pusat, Donny Yoesgiantoro, menegaskan pentingnya kolaborasi antara badan publik dan KIP dalam membangun ekosistem keterbukaan informasi. Selain itu, ia juga menggarisbawahi transformasi yang dilakukan KIP di tahun ini.
“Pada monev tahun ini, Artificial Intelligence (AI) perlu dimasukkan dalam proses pengawasan. Dulu verifikasi informasi bisa memakan waktu 3–4 jam, dengan AI hanya butuh 15 menit. Efektivitas waktu ini menjadi lesson learned penting. Informasi publik harus terus diperbarui, tidak hanya menjelang monev. PPID juga perlu dikelola secara lengkap dan detail,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa badan publik wajib menyampaikan informasi yang dibutuhkan publik, namun juga berhak menutup informasi yang bersifat rahasia perusahaan atau negara.
Dalam penerapan keterbukaan informasi di lingkungan BUMN, keselarasan antar regulasi dan komitmen pimpinan menjadi poin penting yang disoroti dalam forum ini.
Samrotunnajah Ismail, Komisioner KIP Bidang Sosialisasi, Edukasi dan Komunikasi Publik yang hadir sebagai pemateri dalam acara ini, menegaskan bahwa “Pelaksanaan komunikasi perusahaan kepada publik harus berjalan rutin. Informasi publik perlu diperbarui minimal setiap enam bulan sekali. Untuk itu dukungan manajemen, regulasi internal, dan sarana layanan yang inklusif sangat penting.”
Dalam paparannya, Komisoner KIP Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi Syawaludin membagikan best practice penyelesaian sengketa informasi publik berdasarkan pengalamannya di berbagai badan publik, menjelaskan peran Komisi Informasi Pusat dalam menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
Proses tersebut dilakukan berdasarkan alasan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang, sekaligus menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi publik serta petunjuk pelaksanaan dan teknis yang berlaku. Syawaludin juga membagikan pengalaman terkait penyelesaian sengketa informasi publik.
“Komunikasi itu kunci untuk menjaga hubungan badan publik dengan masyarakat, pasalnya mengembalikan kepercayaan yang hilang karena adanya ketidakpuasan dari publik membutuhkan waktu lama. Proses mediasi yang baik akan meminimalkan eskalasi sengketa dan menjaga citra positif badan publik,” tutupnya.