Di tengah polemik kasus dugaan korupsi Base Transceiver Station (BTS) BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), masyarakat di berbagai wilayah yang tercakup pada paket 1, 2, dan 3, terutama yang ada di wilayah-wilayah terpencil, ketar-ketir akan nasib kelanjutan pembangunan BTS di wilayahnya. Pasalnya, terlepas dari dugaan korupsi yang menjerat proyek BTS BAKTI, pembangunan infrastruktur tersebut memegang peran penting dalam percepatan beberapa sektor utama seperti pendidikan, kesehatan, dan perekonomian wilayah-wilayah yang sebelumnya sulit terjamah internet.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bahkan meminta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengutamakan penyelesaian proyek pembangunan BTS yang tengah dilakukan oleh Kementerian Kominfo. Ada dua hal yang akan segera dilakukan oleh Menkominfo bersama Dirut BAKTI Kementerian Kominfo yang baru. Pertama adalah gerak cepat karena target tahun ini seluruh BTS harus selesai, dan kedua adalah menjaga governance supaya sesuai dengan tata kelola yang baik.
Berdasarkan data Kementerian Kominfo per Agustus 2023, program akses internet BAKTI kini telah mencapai 5.618 titik lokasi. Dengan rincian adalah 4.341 menara BTS sudah on air, 1.277 belum on air, dan 743 lokasi sedang dalam proses pembangunan. Dari seluruh menara BTS yang belum on air, 530 di antaranya sudah siap on-air dan 534 lokasi belum dimulai pembangunan, di mana 519 di antaranya dikarenakan kondisi kahar keamanan dan 15 lokasi akibat kondisi geografis yang sulit.
Pemerataan akses internet di Indonesia memang masih menjadi tantangan besar karena masih banyak daerah yang belum terjangkau dengan jaringan internet baik itu wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) atau non 3T. “Kendala-kendala yang ada antara lain seperti kondisi geografis yang susah dijangkau, keterbatasan infrastruktur seperti daya listrik dan biaya yang lumayan besar menjadi faktor yang bisa menghambat pemerataan akses internet di Indonesia,” ujar Ketua Yayasan Internet Indonesia (YII) Jamalul Izza di Jakarta.
Jamalul Izza mengatakan, pembangunan BTS oleh BAKTI dapat menjadi salah satu solusi yang bisa menjangkau daerah-daerah 3T. “Pembangunan BTS dari BAKTI ini jika diselesaikan sesuai rencana, dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dengan meminimalisir masalah dalam layanan ketersediaan sinyal,” kata Jamal yang juga Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Periode 2015-2018 dan Periode 2018-2021.
Jamal menyebut, walaupun dengan bersamaan pembangunan BTS di daerah 3T saat ini tersandung masalah hukum tersebut, tetap proyek ini harus diteruskan dengan pengawasan yang lebih baik. Karena jika proyek ini berhenti, maka yang akan sangat dirugikan adalah masyarakat yang berada di daerah 3T karena tidak mendapat akses internet.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, di Indonesia masih terjadi kesenjangan digital, baik dari ketersediaan infrastruktur digital yang dalam hal ini telekomunikasi dan internet. Selain pemerataan, juga adalah kecepatan internet yang masih lelet.
Data Kementerian Kominfo menyebutkan, saat ini masih ada 12.548 desa dan kelurahan yang belum mendapatkan layanan internet broadband. Utamanya adalah wilayah (terluar, terpencil, dan terdepan (3T). Kalau pun sudah ada yang sudah mendapatkan layanan internet, namun kecepatannya belum mencukupi.
“Internet saat ini adalah bagian dari hak asasi manusia, yang menurut lembaga di bawah PBB yaitu ITU, harus diberikan negara pada rakyat nya. Tapi, dengan masih banyaknya desa belum mendapatkan internet broadband, maka pemenuhan HAM tersebut masih belum terpenuhi,” katanya. “Kita khawatir, ini akan jadi perhatian dunia,” lanjut dia.
Padahal, Indonesia saat G20 mendorong negara G20 mengembangkan ekonomi digital. Pastinya, ekonomi digital tidak optimal bilamana infrastruktur digital nya terkendala. “Satu dua tahun ini merupakan momentum kita mengakselerasi infrastruktur digital, kalau mau ekonomi digital Indonesia maju dan terbesar di kawasan. Karena negara lain bahkan kecepatannya sudah dipatok 100 Mbps,” tutup Heru.
Pengembangan open RAN
Mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Kominfo Bambang Heru Tjahjono mengatakan ekosistem ICT harus benar-benar bisa dimanfaatkan sebesar besarnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah 3T, baik dari sisi peningkatan layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, maupun untuk penanggulangan kebencanaan.
Di sisi lain, Bambang Heru menambahkan bahwa pengembangan open RAN (Open Radio Access Network) sebagai teknologi yang mengintegrasikan semua teknologi akses radio baik itu 2G, 3G, 4G, 5G, dalam satu server, terutama di daerah tertinggal untuk meningkatkan akses konektivitas digital ke masyarakat. “Teknologi ini dibutuhkan sebagai dukungan bagi kemudahan dan pertumbuhan talenta digital dan produktivitas konten digital di daerah 3T,” tambah Bambang Heru yang juga menjabat sebagai INDiST Co-Founders.
Dan Mengapa Open Run? Bambang mengatakan, bahwasanya agar implementasi teknologi 5G bisa diimplementasikan di Indonesia, tentunya diperlukan berbagai langkah efisiensi sebagai strategi, mengingat kehadiran teknologi 5G yang baru ini memerlukan biaya dengan belanja modal yang tidak sedikit, disamping akibat imbas dari pandemi covid-19
Alasan Kedua, perhitungan biaya modal untuk membangun infrastruktur dengan waktu pengembalian sebelum waktu kehadiran teknologi terbaru jelas akan menjadi perhatian bagi industri telekomunikasi. “Oleh sebab itu dengan semakin ketatnya margin di industri telekomunikasi, secara global, tidak hanya di Indonesia, maka dikembangkanlah teknologi open RAN, singkatan dari Open Radio Access Network,” katanya.
Dengan kata lain, pengembangan Open RAN di Daerah Tertinggal memiliki beragam manfaat, antara lain:
(1) Percepatan dan peningkatan akses konektivitas digital ke masyarakat: Dukungan bagi kemudahan dan pertumbuhan Talenta Digital dan produktivitas content digital di daerah 3T.
(2) Percepatan pertumbuhan ekosistem digital sampai ke lapisan masyarakat di daerah tertinggal, yang relatif terjangkai layanan komunikasi: Dukungan implementasi bagi peningkatan eksplorasi Potensi Sumber Daya Alam, industri dan Sektor Wisata di daerah 3T bagi penginkatan PADes.
(3) Peningkatan implementasi pemanfaatan IoT bagi produktivitas kehidupan masyarakat: Dukungan bagi peningkatan pertumbuhan Ekonomi, Sosial, Budaya bagi masyarakat 3T.
(4) Kemudahan akses bagi proses pembelajaran jarak jauh: Peningkatan integrasi layanan bagi masyarakat berbasis digital.
Lebih jauh lagi, Bambang juga menyampaikan Potensi, Prospek dan Tantangan pada pemanfaatan 5G dengan riset Open RAN sebagai berikut: Pertama, munculnya industri-industri riset pengembang/manufacture Open RAN (TIP, O-RAN, V-RAN, dll), Kedua, pengembangan konten-konten creatief lokal (SMART-MIMOantenna,5GDistinct UseCase, Super Apps, dll), Ketiga, adanya peran dan manfaat SANDBOXING dan juga tumbuhnya industri digital creative innovative.
Seperti diketahui, Daerah Tertinggal berdasarkan Perpres 63 Th 2020, tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024, Adalah Daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional Suatu daerah ditetapkan sebagai Daerah Tertinggal berdasarkan kriteria : perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas dan karakteristik daerah. (Ju/)