Jakarta, Businessinasia.id – Pemerintah dinilai perlu menyiapkan kerangka regulasi yang mendukung penerapan skema pembiayaan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Langkah ini perlu di tengah upaya menggodok peta jalan pengakhiran dini pembangkit energi kotor tersebut.
Menurut Manajer Program Transformasi Energi Institute for Energy Services Reform, Deon Arinaldo, penyusunan peta jalan pengakhiran dini operasional PLTU batubara merupakan langkah awal untuk mendorong pengembangan energi terbarukan. Hal ini juga merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
“Selain dari skema atau struktur yang jelas dalam pengakhiran dini operasional PLTU batubara, diperlukan pula mekanisme untuk bisa mengalokasikan pendanaan yang didapatkan dari pengakhiran dini PLTU tersebut ke pembangkit energi terbarukan. Regulasi yang ada sekarang di Indonesia tidak memungkinkan hal ini, sehingga perlu dikaji dan diusulkan perubahannya agar pendanaan energi terbarukan yang biayanya bisa murah bisa sekaligus digunakan untuk mempensiunkan aset PLTU,” kata Deon pada diskusi panel Enlit Asia berjudul “Leapfrogging to NZE: Accessing ASEAN readiness to retrofit or early retire coal fleets” .
“Lebih baik lagi jika strategi pada PLTU merupakan bagian dari upaya transisi energi yang ingin mengintegrasikan energi terbarukan dalam skala besar sehingga mengurangi emisi GRK. Jika tujuannya seperti itu, maka aset PLTU akan dioptimalkan untuk memastikan energi terbarukan bisa masuk ke bauran listrik dengan cepat dan murah. Misalnya, selain menunggu dipensiunkan, PLTU bisa dioperasikan secara fleksibel untuk membantu menjaga kestabilan dan keandalan sistem seiring meningkatnya bauran PLTS dan PLTB yang intermiten,” imbuh Deon.