Businessasia.co.id – Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bahwa aktivitas penambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, melanggar aturan perundang-undangan.
Hanif menjelaskan, lokasi tambang berada di pulau-pulau kecil yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan seharusnya dilindungi. Ia menegaskan bahwa secara prinsip, kegiatan pertambangan tidak dibenarkan dilakukan di wilayah tersebut. “Secara prinsip memang tidak dibenarkan adanya kegiatan tambang di pulau kecil. Ini mandatnya Undang-Undang, bukan mandat Lingkungan Hidup. Jadi memang itu yang harus kita lakukan bersama,” kata Hanif usai konferensi pers di Jakarta, Minggu (8/6/2025).
Larangan aktivitas pertambangan di pulau kecil diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam Pasal 23 ayat (2) disebutkan bahwa pemanfaatan pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk konservasi, pendidikan, penelitian, budidaya laut, pariwisata, perikanan berkelanjutan, pertanian organik, dan kepentingan pertahanan negara.
Hanif menjelaskan, salah satu alasan mengapa kegiatan tambang tetap berjalan adalah karena izin usaha pertambangan (IUP) telah diterbitkan sebelum undang-undang tersebut diberlakukan. “Itu kan undang-undang (aturannya), sorry ya, izinnya lebih duluan (keluar) daripada undang – undang (UU). UU kan tahun 2014, nah ini si tambangnya telah mendapatkan kontrak karya di tahun 1998,” ucapnya.
Meski demikian, Hanif menekankan pentingnya upaya bersama untuk memastikan perlindungan wilayah-wilayah dengan nilai konservasi tinggi seperti Raja Ampat. Hanif mengatakan, Raja Ampat merupakan salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Berdasarkan kajian, sekitar 75 persen spesies karang dunia ditemukan di wilayah ini.
Selain itu, hampir seluruh wilayah Kabupaten Raja Ampat, atau sekitar 97 persen, merupakan kawasan hutan lindung yang secara hukum dan ekologi harus dijaga. “Negara punya kewajiban untuk melindungi dan menjaga keanekaragaman hayati, bukan hanya untuk masyarakat di wilayah itu, tetapi juga untuk keberlanjutan ekosistem laut,” ujar Hanif.
Ia menambahkan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk menentukan langkah lanjutan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. “Kita akan didiskusikan lebih lanjut langkah apa yang akan kita ambil, tetapi secara teknis memang yurisprudensi hukumnya bicara seperti itu,” tutur Hanif.
Sebagai Informasi, PT Gag Nikel selaku anak usaha PT Antam (Persero) Tbk yang sudah mengantongi Kontrak Karya Generasi VII Nomor B35/Pres/I/1998. Kontrak ini sudah ditandatangani dan mendapatkan izin tambang Sejak 19 Januari 1998 oleh Presiden saat itu.
KLH Lakukan Pengawasan 4 Perusahaaan Tambang Nikel
Sebelumnya, KLH dalam keterangannya pada Kamis (05/06/2025), tengah melakukan pengawasan terhadap 4 perusahaan tambang nikel, di antaranya: PT GN, PT KSM, PT ASP dan PT MRP yang seluruhnya telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan. Namun, hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
Hanif menyebut hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil. PT Anugerah Surya Pratama (ASP), perusahaan Penanaman Modal Asing asal Tiongkok, diketahui melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas ±746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian. “Di lokasi ini, KLH/BPLH memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas,” ujar Hanif.
Sementara itu, PT Gag Nikel (GN) beroperasi di Pulau Gag dengan luas ±6.030,53 hektare. Kedua pulau tersebut tergolong pulau kecil, sehingga aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
KLH/BPLH saat ini tengah mengevaluasi Persetujuan Lingkungan yang dimiliki PT ASP dan PT GN. Jika terbukti bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, izin lingkungan mereka akan dicabut. Menteri Hanif menegaskan bahwa prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan akan menjadi dasar penindakan terhadap pelanggaran ini.
Selain itu, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi dihentikan. Sementara PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe. Hanif menjelaskan, aktivitas tersebut telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai, dan perusahaan ini akan dikenai sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan serta berpotensi menghadapi gugatan perdata.