Kegiatan Seminar Nasional PPRA LXV Lemhannas RI telah dilaksanakan pada Selasa, 22 Agustus 2023, dengan tema Konektivitas Digital ASEAN untuk memperkuat Epicentrum of Growth yang merupakan puncak program Pendidikan Calon Pemimpin tingkat Nasional Tahun 2023. Seminar digelar di Ruang Gadjah Mada, Lemhannas RI, Jakarta Pusat.
Acara seminar resmi dibuka oleh Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto serta dilanjutkan dengan pemaparan dari Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, sejumlah Menteri seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, Menteri Komunikasi dan Informatika RI Budi Arie, Mantan Menteri Riset dan Teknologi RI Bambang Permadi, serta dihadiri oleh Ketua Kadin Arsjad Rasjid dan ditutup oleh Rektor IPB Prof. Dr. Arif Satria,SP., Msi.
Tujuan dari diadakannya kegiatan PPRA LXV ini yaitu untuk mewujudkan kader ataupun pimpinan tingkat nasional dalam menghadapi tantangan yang akan dihadapi kedepannya, sehingga mereka sudah siap melalui pemantapan nilai-nilai kebangsaan dan strategis nasional, regional dan internasional guna menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beberapa waktu lalu, Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin memberikan pesan kepada peserta PPRA LXV, menurutnya “Globalisasi teknologi digital memicu disrupsi sekaligus peluang untuk bertumbuh. Kondisi ini mempengaruhi situasi nasional maupun regional, sehingga para pemimpin harus memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, cepat, dan cermat untuk menyikapinya. Pada keketuaan di ASEAN 2023, Indonesia konsisten menyuarakan perdamaian diplomasi preventif untuk mencegah konflik terbuka serta upaya-upaya memperkuat kerja sama dan dialog. Peserta PPRA diharapkan dapat menjadi pemimpin yang inklusif, memiliki wawasan kebangsaan, serta mampu menjaga harmoni dalam keanekaragaman. “
Rizaldi, selaku ketua seminar PPRA LXV menambahkan “melalui momentum Seminar Nasional PPRA LXV ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dan rekomendasi terbaik bagi Keketuaan Indonesia di ASEAN dalam memperluas Konekvitas Digital dan memperkuat pusat pertumbuhan ekonomi ASEAN ke depan.”
Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto mengatakan, Tahun 2022, mayoritas penduduk Indonesia adalah pengguna internet (76,3% dari populasi atau 212 juta jiwa), dimana sektor ekonomi adalah salah satu sektor yang memaksimalkan manfaat internet. Sementara di tahun 2022 juga, nilai ekonomi digital Indonesia adalah 77 miliar USD. Angka ini diprediksi akan meningkat mencapai 220 miliar USD di tahun 2030. “Angka ini tidak hanya menunjukkan peningkatan keterikatan masyarakat terhadap internet dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga merepresentasikan tingkat risiko keamanan siber yang tinggi. Sebagai contoh, Indonesia menjadi negara ketiga dengan kasus kebocoran data terbanyak di dunia (12,7 juta kasus),” kata Andi Widjajanto saat memberikan sambutan pada Pembukaan Seminar Nasional PPRA LXV Lemhannas RI
Lebih lanjut Gubernur Lemhannas RI menambahkan, perkembangan teknologi dan perluasan spektrum ancaman telah meningkatkan kebutuhan pasukan khusus untuk ancaman siber. Di satu dekade terakhir, terpantau banyak negara telah mendirikan satuan siber dengan berbagai pendekatan. Secara organisasi, kata dia, terdapat negara yang menjadikan satuan siber sebagai bagian dari struktur yang ada serta ada juga yang memilih mendirikan matra mandiri. Secara fungsi, terdapat negara yang membentuk atuan siber yang bersifat defensif, seperti AS, tetapi ada juga yang memilih membentuk unit siber dengan kapasitas ofensif dominan, seperti Tiongkok.
“Jerman, Singapura, dan Tiongkok menjadi kelompok negara yang memilih membentuk pasukan siber sebagai matra mandiri. Tiongkok menjadi organisasi terbesar dengan jumlah pasukan diestimasikan mencapai 145.000 orang. Perbandingan struktur organisasi di tiga institusi militer menunjukkan perbedaan fokus dan kapasitas. Di luar aspek intelijen dan siber yang umum melekat, Tiongkok juga mengintegrasikan ruang angkasa sebagai kapasitas dalam matra,” kata Gubernur Lemhannas RI.
Dikatakan Gubernur Lemhannas RI, Andi Widjajanto, kemampuan ofensif idealnya menjadi kapasitas esensial dari matra siber. Data operasi siber yang disponsori negara dari Council of Foreign Relations (CFR) mencatat negara-negara yang aktif menggunakan instrumen siber. Tiongkok, Rusia, Iran, dan Korea Utara menjadi kelompok negara yang diindikasi kuat intens menggunakan instrumen siber secara ofensif. “Di sisi lain, Amerika Serikat menjadi negara dengan tingkat serangan siber dari aktor Negara tertinggi. Teknologi informasi, lembaga riset/LSM, pendidikan, dan pemerintah menjadi sektor yang menjadi sasaran utama serangan Negara,” jelasnya.
Sementara itu, Indeks global menunjukkan Indonesia memiliki potensi dalam adopsi cloud tetapi aspek pertahanan siber relatif belum optimal. Intensifikasi upaya digitalisasi tanpa disertai dengan kapasitas pertahanan yang mumpuni akan memberikan kerawanan. “Penerbitan regulasi keamanan siber menunjukkan perhatian dan komitmen pemerintah Indonesia terhadap isu keamanan siber. Akan tetapi, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah berupa harmonisasi kebijakan, regulasi dan aktor terlibat di dalamnya. Pembentukan matra siber dapat menjadi upaya pemusatan sumber daya keamanan siber. Penguatan kapasitas pada pilar-pilar dasar ketahanan siber menjadi modalitas utama untuk mewujudkan matra siber yang mumpuni,” tutupnya.