Pasaman, Business Asia – Di tengah maraknya aktivitas tambang ilegal yang menjalar hingga kawasan Sungai Batang Sibinail di Kabupaten Pasaman, praktisi keinsinyuran Ir. Ulul Azmi, ST., CST., IPM., ASEAN Eng., melontarkan desakan terbuka kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat.
Kedua pejabat daerah ini diminta Ulul Azmi segera turun tangan. Ia menyebut situasi ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi darurat ekologis yang membutuhkan intervensi cepat dan terkoordinasi.
Menurut Ulul Azmi, kerusakan yang terjadi telah mencapai skala yang mengkhawatirkan.
Ia memetakan bahwa kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai) Batang Sibinail telaj menyentuh ketiga kawasan strategis sungai: hulu, tengah, dan hilir.
Hulu yang semestinya menjadi kawasan konservasi telah dijarah, kawasan tengah yang menopang pertanian masyarakat kini tercemar, dan bagian hilir kehilangan fungsi ekologisnya.
“Kita sedang menghadapi keruntuhan ekosistem yang sistemik. Ini bukan hanya perkara tambang ilegal, tapi kegagalan kolektif dalam tata kelola lingkungan hidup,” ujar Ulul Azmi.
Ulul Azmi mengapresiasi upaya awal Polda Sumbar dalam menangkap pelaku tambang ilegal. Namun, dia menilai langkah itu baru menyentuh permukaan.
Dalam pandangannya, jaringan tambang ilegal memiliki dimensi struktural yang melibatkan aktor ekonomi dan politik yang tidak bisa disentuh hanya melalui penindakan lapangan.
“Kita perlu tahu siapa yang membiayai, siapa yang memfasilitasi, dan siapa yang selama ini tutup mata. Jika akar persoalan tidak dibongkar, maka kerusakan hanya akan berganti wajah, bukan berhenti,” tegasnya.
Ulul Azmi menyebut bahwa sungai Batang Sibinail telah berada di titik kritis dengan kekeruhan tinggi.
Selain itu diduga mengandung logam berat yang mulai mempengaruhi aktivitas pertanian dan kesehatan warga, khususnya di Kecamatan Rao Selatan.
Jika dibiarkan, krisis ekologis ini dapat bertransformasi menjadi krisis sosial.
Dalam pandangan akademis, ia menolak keras narasi yang kerap membenarkan tambang ilegal sebagai bentuk ‘penghidupan rakyat’.
“Adalah keliru dan menyesatkan jika merusak sungai demi alasan ekonomi jangka pendek. Air bersih, tanah subur, dan biodiversitas adalah bentuk kekayaan riil yang menopang masyarakat kita. Kalau ini hilang, apa yang tersisa untuk generasi selanjutnya?” tanyanya retoris.
Sebagai solusi konkret, Ulul Azmi mendesak pembentukan Satuan Tugas Penanggulangan Tambang Ilegal yang berada langsung di bawah koordinasi pemerintah provinsi, dengan kewenangan investigatif, ekologis, dan penegakan hukum.
Dia juga mendorong pemetaan ulang daerah rawan tambang ilegal dengan basis ilmiah melalui keterlibatan akademisi, ahli geologi, dan aktivis lingkungan.
“Pemerintah harus berhenti bersikap reaktif. Sudah saatnya Sumatera Barat memimpin dalam tata kelola sumber daya alam berbasis ilmu pengetahuan dan etika lingkungan,” ujarnya.
Ulul Azmi menekankan kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar saat ini sedang diuji.
Menurutnya, keberpihakan terhadap kelestarian lingkungan adalah manifestasi dari tanggung jawab antargenerasi.
“Ini bukan sekadar isu tambang. Ini adalah soal arah pembangunan. Apakah kita masih berpikir jangka pendek, atau sudah siap membangun peradaban berkelanjutan? Pilihan itu ada di tangan pemimpin kita hari ini,” pungkasnya.