Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa arsitektur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 harus mampu merespons dinamika perekonomian, menjawab tantangan dan mendukung agenda pembangunan, serta kesejahteraan secara optimal. Selain itu, APBN juga harus dapat mempercepat transformasi ekonomi, menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, inklusif, dan berkelanjutan, melindungi daya beli masyarakat dari guncangan, serta menjaga agar postur APBN tetap sehat dan berkelanjutan dalam jangka menengah-panjang.
“APBN tahun 2024 didesain untuk menjawab tantangan saat ini sekaligus di masa yang akan datang, maka kebijakan APBN tahun 2024 diarahkan untuk ‘Mempercepat Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan’,” ujar Presiden dalam pidato tentang Penyampaian Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN Tahun Anggaran 2024 beserta Nota Keuangannya pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI Tahun Sidang 2023-2024 yang digelar di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, pada Rabu, 16 Agustus 2023.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2024, Presiden menjelaskan bahwa pemerintah merencanakan pendapatan negara sebesar Rp2.781,3 triliun. Pendapatan negara tersebut terdiri atas penerimaan perpajakan Rp2.307,9 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp473 triliun, serta hibah sebesar Rp0,4 triliun.
Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan belanja negara sebesar Rp3.304,1 triliun yang terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.446,5 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp857,6 triliun. “Keseimbangan primer negatif Rp25,5 triliun didorong bergerak menuju positif. Defisit anggaran sebesar 2,29 persen PDB atau sebesar Rp522,8 triliun,” ujar Presiden.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden turut mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan pengelolaan fiskal secara kuat, disertai dengan efektivitas dalam mendorong transformasi ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat. Melalui hal tersebut, pemerintah berharap tingkat pengangguran terbuka tahun 2024 dapat ditekan dalam kisaran 5,0 persen hingga 5,7 persen, angka kemiskinan dalam rentang 6,5 persen hingga 7,5 persen, rasiogini dalam kisaran 0,374 hingga 0,377, serta Indeks Pembangunan Manusia dalam rentang 73,99 hingga 74,02.
“Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) juga ditingkatkan untuk mencapai kisaran masing-masing 105 sampai dengan 108 dan 107 sampai dengan 110,” ucap Presiden.
Presiden juga berharap pembahasan RAPBN tahun 2024 tersebut dapat dilakukan secara konstruktif. Hal tersebut penting dilakukan dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia Maju. “Besar harapan kami, pembahasan RAPBN tahun 2024 dapat dilakukan secara konstruktif demi mewujudkan Indonesia Maju, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” tutur Presiden.
Presiden menegaskan, Kebijakan fiskal Indonesia telah berhasil menangani pandemi dan menjaga pertumbuhan ekonomi nasional di tengah krisis global. “Kebijakan fiskal Indonesia termasuk salah satu yang paling efektif dalam menangani pandemi dan menjaga pertumbuhan ekonomi,” ucap Presiden.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi menyebut bahwa Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang berhasil menangani krisis global yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 tersebut dengan cepat dan baik.
“Alhamdulillah, negara kita Indonesia telah berhasil mengatasi tantangan besar akibat pandemi tersebut dengan hasil yang sangat baik. Bahkan, Indonesia menjadi salah satu negara yang berhasil menangani krisis kesehatan dan memulihkan ekonomi dengan cepat dan baik,” paparnya.
Lebih lanjut, Kepala Negara menyampaikan bahwa Indonesia secara konsisten dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi sejak akhir 2021 tetap berada di atas 5 persen. Hal tersebut juga diikuti dengan penurunan tingkat pengangguran hingga kemiskinan ekstrem.
“Tingkat pengangguran berhasil diturunkan dari 6,26 persen pada Februari 2021 menjadi 5,45 persen pada Februari 2023. Sementara tingkat kemiskinan juga terus menurun menjadi 9,36 persen pada Maret 2023. Begitu juga dengan kemiskinan ekstrem yang turun dari 2,04 persen pada Maret 2022 menjadi 1,12 persen pada Maret 2023,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Presiden Jokowi menilai pemulihan ekonomi yang cepat dan kuat telah berhasil membawa Indonesia masuk kembali ke dalam kelompok negara dengan pendapatan menegah atas di tahun 2022. “Pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut. Semester 1 2023, ekonomi nasional tumbuh 5,1 persen. Inflasi Indonesia juga semakin terkendali dan mencapai 3,1 persen sampai dengan Juli 2023,” sambungnya.
Lebih lanjut, Presiden menyebut bahwa saat ini defisit fiskal Indonesia juga telah kembali berada di bawah 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB). “Satu tahun lebih cepat dari rencana awal,” jelasnya.
Selain itu, Kepala Negara menilai bahwa rasio utang Indonesia juga merupakan salah satu yang paling rendah di antara kelompok negara G20 dan ASEAN yakni senilai 37,8 persen dari PDB pada Juli 2023. “Sebagai perbandingan, rasio utang Malaysia saat ini berada di tingkat 66,3 persen PDB, Tiongkok 77,1 persen dan India 83,1 persen,” ucapnya.