Jakarta, BusinessAsia.id– Hari ke-2 penyelenggaraan Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG) dalam agenda Presidensi G20 Indonesia menyimpulkan, keselarasan kebijakan perdagangan, investasi, dan industri penting untuk mencapai sustainable development goals (SDGs) 2030. Pertemuan ini juga sekaligus menyepakati pemulihan ekonomi global secara merata, baik negara maju maupun berkembang.
Pada pertemuan TIIWG kali ini juga untuk pertama kalinya dalam sejarah G20, isu industri dibahas dalam working group. “Kesuksesan pertemuan pertama TIIWG yang dilaksanakan di Solo secara substansi maupun pelaksanaan kami harap bisa dilanjutkan oleh negara-negara yang memegang Presidensi G20 berikutnya. Sehingga, dapat terus menjadikan isu industri sebagai pembahasan khusus,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Solo, Kamis (31/3).
Dalam pertemuan pertama tersebut, sidang membahas tiga dari enam isu prioritas TIWWG, meliputi The Role of Multilateral Trading System to Strengthen the Achievement of SDGs, Digital Trade and Sustainable Global Value Chains (GVCs), serta Sustainable and Inclusive Industrialization via Industry 4.0.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono selaku Chair of TIIWG menyampaikan kesimpulan dari sesi diskusi yang membahas isu-isu tersebut. Kesimpulan pertama, dalam isu peningkatan sistem perdagangan multilateral untuk memperkuat capaian SDGs, para anggota menyimpulkan sistem perdagangan multilateral harus mampu merespons dinamika situasi ekonomi global, termasuk terhadap dampak pandemic saat ini, maupun yang akan datang di mana pada akhirnya dapat menjadi katalis dalam pencapaian target SDGs.
Djatmiko mengungkapkan, TIIWG juga mendorong perbaikan peran sistem perdagangan multilateral dengan membentuk sistem perdagangan yang lebih baik bagi negara maju maupun berkembang. Sehingga, keuntungan perdagangan dapat dirasakan semua negara. “Sistem perdagangan multilateral harus mampu memberikan akses kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan mendukung agenda pengentasan kemiskinan untuk mencapai SDGs,” ujar Djatmiko.
Kesimpulan kedua yang terkait GVCs menyebutkan bahwa semua negara memiliki pandangan yang sama mengenai peran penting perdagangan digital serta transformasi digital dalam memperkuat GVCs yang berkelanjutan. Selain itu, negara-negara perlu meningkatkan kerja sama global, memperkuat infrastruktur digital, dan membangun kerangka hukum digital, keamanan digital, serta literasi digital.
“Penguatan integrasi UMKM serta peran perempuan dalam GVCs juga merupakan keharusan untuk menuju pembangunan ekonomi, menjembatani kesenjangan digital, meningkatkan akses finansial, dan meningkatkan fasilitasi perdagangan digital,” imbuh Djatmiko.
Pada kesempatan tersebut, para delegasi juga menyampaikan langkah-langkah kunci yang perlu diambil untuk memastikan perdagangan internasional dan rantai pasok berjalan dengan baik, termasuk akses yang setara terhadap vaksin, obat-obatan, serta alat kesehatan.
Selaku Co-Chair TIIWG, Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian Eko S.A. Cahyanto menyampaikan, dalam pembahasan isu Sustainable and Inclusive Industrialization via Industry 4.0, terdapat beberapa pandangan dari negaranegara mengenai peran industri, bersama perdagangan dan investasi, untuk membantu peningkatan produktivitas.
“Kapasitas untuk mengadopsi dan beradaptasi dengan teknologi tinggi adalah persyaratan utama dalam penerapan industri 4.0. Hal ini juga membutuhkan transfer teknologi dan investasi infrastruktur digital,” jelas Eko.
Sementara itu dalam kesimpulan ketiga, untuk menghadapi tantangan dalam penerapan industri 4.0, anggota G20 direkomendasikan untuk menjembatani kesenjangan digital melalui skilling, reskilling, dan upskilling, serta mendorong kesetaraan pada aspek digital.
“Pembangunan dan implementasi industri 4.0 harus inklusif dan memastikan tidak ada yang tertinggal, dan semua ekonomi memperoleh manfaat dari pembangunannya,” ujar Eko. G20 perlu mendiskusikan cara untuk menyediakan lebih banyak akses kepada UMKM dan kelompok masyarakat yang kurang terwakili terhadap kemudahan dari implementasi industri 4.0.
Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM sekaligus Co-Chair TIIWG, Riyatno mengatakan, perdagangan, investasi, dan industri harus menjadi instrumen yang menstimulasi pertukaran pengetahuan dan membantu lahirnya inovasi.
“Pemerintah Indonesia menyampaikan apresiasi kepada para delegasi yang telah berpartisipasi dengan aktif dalam pertemuan pertama TIIWG dan atas masukan-masukan yang berguna serta kontribusi selama kegiatan ini, terutama dukungan terhadap prioritas-prioritas yang kami sampaikan di tahun ini,” ujarnya.
Pertemuan TIIWG selanjutnya akan dilaksanakan pada Juni 2022 dengan membahas tiga isu prioritas lainnya.