Pekanbaru, Business Asia – Peristiwa meninggalnya seorang pekerja muda berinisial N.S. dalam kecelakaan kerja di PT Asia Pacific Rayon (APR), bagian dari APRIL Group/RAPP, menjadi pukulan keras bagi dunia industri dan keselamatan kerja di Indonesia.
Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Riau, Ir. Ulul Azmi, ST., CST., IPM., ASEAN Eng., menyatakan kecaman keras terhadap pihak perusahaan yang dinilai lalai dalam menjalankan kewajiban keselamatan kerja.
Selain itu mendesak keterlibatan langsung Pengawas Ketenagakerjaan dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) untuk turun tangan melakukan investigasi menyeluruh di lokasi kejadian.
Korban diketahui mengalami kecelakaan kerja pada Sabtu, 22 Juni 2025 pukul 16.47 WIB, saat bertugas di area spinning pabrik.
Diduga kuat, N.S. bekerja di bagian spinning dan mengalami benturan yang mengakibatkan luka serius di bagian kepala.
Meski sempat mendapat penanganan, nyawa korban tidak tertolong dan ia meninggal dunia pada pukul 17.25 WIB.
Jenazahnya kemudian dipulangkan ke kampung halaman di Medan dalam peti mati, menyisakan duka yang dalam dan kegelisahan terhadap lemahnya perlindungan keselamatan kerja.
Ulul Azmi menyampaikan belasungkawa kepada keluarga almarhum, namun secara tegas menekankan bahwa tragedi ini bukan musibah biasa.
Hal ini melainkan indikasi kelalaian serius dalam sistem pengelolaan keselamatan kerja perusahaan.
Ulul Azmi menilai kejadian ini sebagai bukti nyata lemahnya pengawasan internal dan tidak optimalnya penerapan budaya keselamatan kerja.
Lebih lanjut, Ulul menyampaikan bahwa beberapa tahun lalu penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di lingkungan RAPP dikenal cukup baik dan menjadi rujukan di level regional.
Namun, menurutnya, belakangan ini kualitas penerapan SMK3 justru menunjukkan tanda-tanda kemunduran yang mengkhawatirkan.
“Dulu SMK3 di RAPP ini sangat diperhatikan, bahkan menjadi contoh. Tapi sekarang justru melahirkan fatality. Ini tidak bisa dianggap sebagai kejadian mendadak,” ujarnya.
“Dalam teori keselamatan kerja, dari 600 kejadian nearmiss (nyaris celaka) akan muncul 10 kecelakaan dan satu fatality. Artinya, fatality ini adalah akumulasi dari sistem yang tidak berfungsi. Bukan kebetulan.”
Menurutnya, dalam industri dengan risiko tinggi seperti pabrik rayon, pengendalian risiko harus bersifat absolut dan tidak bisa ditawar.
Sistem tekanan tinggi, area mekanik berbahaya, hingga pemeliharaan rutin harus dilindungi dengan prosedur kerja standar, pengawasan ketat, serta pelatihan yang konsisten dan berkelanjutan.
Ulul Azmi juga mengecam pihak manajemen PT APR yang hingga kini belum menunjukkan transparansi penuh kepada publik
Selain itu mendesak keras agar Pengawas Ketenagakerjaan dari Kemnaker RI segera turun langsung ke lokasi kejadian untuk melakukan investigasi independen dan menyeluruh.
Dia menegaskan investigasi internal saja tidak cukup. Negara harus hadir memastikan bahwa keselamatan dan nyawa pekerja benar-benar dilindungi.
Selain itu ia meminta agar perusahaan tidak hanya memberikan kompensasi finansial.
Namun, juga menjalankan tanggung jawab moral dan struktural dengan memperbaiki total sistem manajemen K3, mengadakan audit eksternal, dan menyediakan pendampingan psikologis bagi pekerja lain yang terdampak secara mental akibat accident tersebut.
Ulul Azmi menegaskan bahwa keselamatan kerja bukan sekadar formalitas atau kewajiban administratif, melainkan pilar utama dalam dunia industri modern.
Jika industri mengabaikan keselamatan, maka ia tidak layak disebut beradab. Pekerja bukan alat.
Mereka manusia yang harus dilindungi dengan integritas dan kemanusiaan.
Sebagai Ketua PII Wilayah Riau dan praktisi K3 nasional, Ulul Azmi menutup pernyataannya dengan menyerukan perlunya pembenahan menyeluruh dalam sistem keselamatan kerja di sektor industri.
Selain itu memastikan agar tragedi serupa tidak terulang.
Baginya, nyawa manusia tidak boleh menjadi korban dari ambisi produksi dan kelalaian manajemen.