Jakarta, Business Asia – Bill Gates dan Presiden Prabowo mengumumkan akan melakukan uji klinis fase 3 vaksin TBC M72 di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Namun, pemberitaan mengenai uji klinis vaksin ini justru memicu kontroversi di masyarakat akibat informasi yang tidak lengkap, sehingga menimbulkan banyak misinformasi.
Menanggapi hal tersebut, Stop TB Partnership Indonesia (STPI) menggelar Live X Space pada Rabu, 21 Mei 2025 pukul 19.00 WIB. Peneliti TBC sekaligus akademisi dr. Ahmad Fuadi menjelaskan urgensi vaksin TBC yang baru. “Vaksin BCG diberikan pertama kali pada manusia di tahun 1921. Artinya sudah lebih dari 100 tahun lalu. Jadi sudah gak efektif lagi, sehingga harus ada vaksin baru yang efektif.” ujarnya. Manfaat vaksin juga disampaikan bahwa bisa mencegah dari yang terinfeksi jadi penyakit dan mencegah terjadinya keparahan penyakit yang lebih besar jika sudah menjadi sakit.
Beliau juga menyampaikan bahwa vaksin TBC yang dikembangkan saat ini sudah ada 17, tak hanya vaksin M72 saja yang sudah masuk fase 3 “ Dari Rusia ada, di India juga ada, MTB-Vac juga ada. Cuma memang yg rame disini adalah M72 karena ada Bill Gates yang datang” tambahnya. dr. Fuadi menjelaskan tahapan pengembangan vaksin dimulai dari Fase pengembangan produk, kemudian masuk pada fase 1, fase 2A dan 2B, fase 3 diuji pada populasi yang ditargetkan untuk diberikan vaksin. “Bila uji klinis sudah berjalan berarti sudah terbukti ada efikasinya dan aman. Bahkan tahap 1 dan 2 berjalan dengan baik” terang Fuadi.
Penyebutan untuk “kelinci percobaan” pada mereka yang diberikan vaksin TBC ini tidak benar. Seolah-olah hanya permainan padahal uji klinis ada prosedurnya dan tidak sembarangan.
“Ada protokol, konsiderasi etiknya jadi ada kriteria inklusi dan eksklusinya. Kalau sudah direkrut ada formulir persetujuan, disitu ada penjelasan manfaat, risiko, dan juga ada kompensasinya” jelas Fuadi.
Beliau juga menjelaskan bahwa mereka yang mengerti, bahkan setelah melihat kompensasinya banyak yang mau ikut uji klinis. Selain itu, mereka yang diuji klinis sudah dipastikan diberi asuransi. Apabila ada hal yang tidak diinginkan terjadi maka akan dilaporkan dan semua ditanggung oleh penelitian.
Pada kesempatan yang sama, dr. Ayman Alatas sebagai health influencer sekaligus mahasiswa kedokteran spesialis mikrobiologi klinis yang mengamati media sosial menyampaikan penyebab munculnya sentimen negatif,
“Masalah awalnya adalah kata “uji coba” seolah-olah dianggap mainan. Jadi pemilihan kata yang kurang tepat ini yang membuat masyarakat kurang bisa menerima, naik dan tersebar kemana-mana” terangnya.
Selain pemilihan kata yang kurang tepat, berkaitan dengan kedatangan Bill Gates yang dianggap membawa konspirasi. Padahal Gates Foundation sudah aktif sejak dulu untuk membantu memberikan dana dalam pengembangan berbagai macam obat dan vaksin dari sejumlah penyakit, seperti HPV, polio, pneumonia, dll.
“Mereka punya dana untuk pengembangan kesehatan dari tahun 90an, jadi ini bukan hal pertama dilakukan, udah lama. Bahkan beberapa vaksin yang selama ini kita pakai itu berasal dari dana mereka pengembangannya” pungkas Ayman.
Banyaknya misinformasi di media sosial sangat berbahaya bila masyarakat tidak mencari informasi yang akurat dan valid. Namun, dikarenakan informasi tersebut telah menyebar luas dan sudah menurunkan kepercayaan masyarakat, dr. Ayman memberikan saran, “Pemerintah dan tenaga kesehatan, maupun orang yang sudah lebih paham tentang manfaat vaksin TBC atau TBC itu sendiri, untuk bisa lebih memasifkan edukasi dari sisi manapun secara terus menerus” saran dr. Ayman. Tujuan edukasi sendiri untuk membangun pemahaman positif dan meningkatkan kepercayaan publik pada pemerintah.
Vaksin TBC M72 menjadi harapan baru di dunia TBC. Harapannya para peneliti dan pemerintah bisa lebih transparan dalam menjalani proses pengembangan vaksin ini agar masyarakat lebih memahami keamanan dan pentingnya vaksin dalam eliminasi TBC 2030. Diharapkan masyarakat juga lebih cermat dalam mengelola informasi yang akurat dan valid agar tidak mudah terbawa sentimen negatif.