Kemajuan peradaban, selalu diiringi oleh pendayagunaan teknologi. Tak dapat dipungkiri, bangsa yang menguasai teknologi, pun menjadi bangsa yang berdaya saing. Demikian juga di bidang teknologi TIK sedang berkembang teknologi Cloud Computing, Big Data dan Kecerdasan Artifisial (KA) yang merubah budaya pikir dan budaya kerja dalam masyarakat.
Indonesia memiliki cita-cita besar di tahun 2045 tepatnya di usia 100 tahun kemerdekaan ingin menjadi developed country (negara maju) dengan target keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah. Hal ini tentunya hanya bisa diwujudkan dengan ekonomi yang berbasis inovasi. “Untuk keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah, ada hal yang bisa dilakukan yakni dengan pendekatan yang mungkin baru bagi kita, yaitu ekonomi berbasis inovasi,” kata Mantan Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro.
Menurut Bambang, saat ini inovasi tentunya tidak dapat dipisahkan dari ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama Iptek berbasis AI. Maka dari itu riset berbasis Iptek secara konsisiten perlu untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. “Jadi artinya ekonomi kita tidak boleh tergantung pada ekstraksi Sumber Daya Alam (SDA), baik dari pertanian dan pertambangan saja. Namun, melalui sentuhan Iptek maka kita bisa menciptakan nilai tambah secara maksimal,” jelas dia seraya memberi contoh, negara yang mampu mengadaptasi teknologi AI dalam menggenjot inovasi produksi lokal yang berdaya saing. Swedia dengan populasi masyarakat yang kecil mampu memiliki produk yang dikenal dunia seperti Skype, Bluetooth dan Spotify.
Adapun, kata Bambang, inovasi dalam AI yang sudah mulai dikembangkan di Indonesia antara lain, inovasi dalam transportasi, perkebunan, pertahanan / keamanan, dan kesehatan. Misalkan saja Autonomous Vehicle atau mobil tanpa sopir. Selanjutnya pengembangan di sektor pertanian seperti diesel bio karbon, pengelolaan garam industri dengan kadar NaCl diatas 90 persen. Ada juga pengembangan alutista berupa pesawat tanpa awak atau drone untuk kebutuhan militer.
Stranas AI Fokus Layanan Publik
Lebih lanjut Bambang Brodjonegoro mengatakan Strategi Nasional Kecerdasan Artificial (Stranas KA) akan berfokus pada peningkatan kualitas layanan publik dan upaya-upaya strategis lainnya yang berdampak pada masyarakat luas. Diharapkan, Stranas KA menjadi panduan bagi pemerintah dalam menerapkan AI.
Sejauh ini, pemerintah memang sudah menerapkan teknologi AI pada beberapa layanan, namun masih terbatas. Ditjen Pajak misalnya, memakai AI untuk mengatasi potensi penyalahgunaan (fraud). Lalu, BPPT mengembangkan teknologi itu untuk menangani kebakaran hutan. Kini, Teknologi AI telah memasuki beragam bidang termasuk kesehatan, khususnya dalam upaya menangani Covid-19. Kali ini tren teknologi yang masuk dalam era revolusi industri 4.0 digunakan untuk memecahkan masalah kesehatan melalui alat screening Covid-19 yang dikembangkan tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang disebut GeNose. Inovasi ini sebagai langkah baru dalam upaya pemecahan masalah kesehatan. Dalam mekanisme kerjanya, hembusan nafas seseorang akan dianalisa melalui machine learning, bagian dari AI. Sehingga nantinya bisa keluar hasil positif atau negatif mengacu pada sampel nafas tersebut.
Selain itu, pemerintah juga berencana menggunakan AI dalam kegiatan layanan publik. Penggunaan AI dalam layanan publik sesuai dengan Stranas KA yang telah diluncurkan. “Stranas KA, sebagai bentuk pemanfaatan dan optimalisasi data dalam integrasi pelayanan masyarakat dan peningkatan produktivitas bisnis untuk investasi SDM dan mendorong inovasi di berbagai sektor,” katanya.
Dukungan pemanfaatan AI terhadap berbagai kebijakan yang berkaitan dengan layanan publik, juga nantinya akan terintegrasi dengan big data yang sudah dibentuk oleh pemerintah melalui PP Nomor 39 Tahun 2019 tentang kebijakan satu data.”Itu mewujudkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat diakses oleh pengguna data sebagai dasar perencanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan melalui perbaikan tata kelola data pemerintah,” jelasnya.
Pentingnya Big Data di Era 4.0
Bambang Brodjonegoro mengatakan pentingnya menguasai big data di era Revolusi Industri 4.0. Salah satu faktor yang yang harus diperhatikan dalam penggunaan big data adalah sistem keamanan. Sebab, semakin berkembangnya bisnis, kemungkinan terjadi jual beli data dan penyalahgunaan data juga akan semakin meningkat. “Penggunaan big data harus dibatasi dan levelnya diatur. Penggunaan big data dapat menjadi senjata ampuh bagi bisnis maupun pemerintah untuk mendapatkan prediksi yang akurat mengenai banyak hal, untuk mendukung program-program nasional,” kata Bambang. Sebaliknya big data dapat menjadi sesuatu yang berbahaya, jika terjadi penyalahgunaan big data tersebut. Saat ini penggunaan dan pemanfaatan big data semakin meningkat di Indonesia, baik oleh instansi pemerintah maupun pihak swasta.
Hal ini menunjukkan kesadaran akan pentingnya penggunaan dan pemanfaatan big data dalam perancangan kebijakan dan eksekusi program di berbagai sektor semakin tinggi. “Indonesia menjadi salah satu negara yang unggul dalam memanfaatkan big data. Menurut Asosiasi Big Data dan Artificial Intelligent (ABDI), pertumbuhannya bahkan mencapai 19,7 persen sejak 2018 yang digunakan di banyak sektor,” ujarnya.
Selanjutnya dia menambahkan bahwa urgensi penggunaan big data harus didukung dengan pasokan SDM yang kompeten dan berkualitas, serta mampu mengolah dan mengelola big data tersebut. Sebab, masih belum banyak orang di dunia yang mampu menguasai kemampuan sebagai analis big data, sehingga big data tersebut dapat bermanfaat bagi program-program strategis selanjutnya.
“Dalam mengembangkan big data perlu SDM berkualitas, yang bisa menyongsong era big data di tatanan pemerintahan. Jika data sudah terintegrasi dan dianalisis dengan benar, pemetaan masalah dan atau tantangan kedepan, bisa ditangani dengan menentukan program strategis yang tepat sasaran, sehingga menjadi efisien,” jelasnya.
Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro atau dikenal dengan Bambang Brodjonegoro, tak lagi menjabat sebagai Menristek sekaligus Kepala BRIN mulai Rabu (28/4). Hal ini sejalan dengan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melebur Kemenristek ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bersamaan dengan peleburan itu, muncul nomenklatur kementerian baru, yaitu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (KemendikbudRistek). Kementerian itu dipimpin oleh Nadiem Makarim. Bambang mengatakan ia akan kembali menjadi akademisi di almamaternya, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesi (FEB UI) setelah mengundurkan diri dari jabatan Menristek.
Bambang Brodjonegoro adalah peraih doctor di usia 31 tahun, yang memulai karir sebagai akademisi ini, juga pernah menjadi dekan termuda dan telah dinobatkan menjadi Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia (UI). Di era pemerintahan Jokowi, Bambang Brodjonegoro pernah menduduki tiga jabatan yakni Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menristek – Kepala BRIN. (red)