Businessasia.co.id- Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyoroti dampak serius dari kendaraan Over Dimension OverLoad (ODOL) terhadap keselamatan dan infrastruktur jalan di Indonesia.
AHY menyebut kendaraan ODOL sebagai penyumbang terbesar kedua angka kecelakaan lalu lintas secara nasional, setelah sepeda motor. “ODOL ini pemicu kecelakaan nomor dua secara nasional. Paling tinggi itu kecelakaan sepeda motor 77,4 persen karena pengguna sepeda motor besar sekali dan banyak akhirnya mengalami kecelakaan. Nah angkutan barang itu kontribusinya nomor dua 10,5 persen,” ucap AHY di Kantor Kemenko IPK, Selasa (6/5/2025).
Lebih lanjut, Ia menjelaskan, kecelakaan yang melibatkan kendaraan ODOL umumnya dipicu oleh kegagalan sistem pengereman akibat kelebihan muatan dan dimensi kendaraan yang tidak sesuai aturan. “Kemudian yang paling parah tentunya tidak ada yang lebih penting dari jiwa manusia. Jadi kalau ada yang mengatakan itu adalah bagian dari nasib dan takdir, saya rasa kita menyerah dengan sesuatu yang bisa kita perbaiki,” tegasnya.
Selain menimbulkan korban jiwa, keberadaan kendaraan ODOL juga berdampak besar secara ekonomi. AHY mengatakan bahwa negara harus mengeluarkan dana hampir Rp40 triliun setiap tahun untuk memperbaiki jalan rusak yang disebabkan oleh kendaraan ODOL. Bahkan, total biaya pemeliharaan jalan tol dan non-tol akibat kerusakan mencapai Rp43,45 triliun per tahun.
Namun demikian, AHY mengakui adanya tantangan dalam membatasi operasional kendaraan ODOL. Salah satunya adalah potensi kenaikan biaya logistik komoditas. “Di sisi lain juga ada argumentasi bahwa tanpa menggunakan angkutan ODOL ini bisa meningkatkan biaya angkut barang hingga dua kali lipat. Nah ini harus diuji,” pungkasnya.
Indonesia Bebas Kendaraan ODOL pada 2026
AHY menegaskan komitmen pemerintah untuk membebaskan Indonesia dari praktik truk Over Dimension OverLoad (ODOL) mulai tahun 2026. “Tujuan utama yang ingin kita capai tentunya adalah di tahun 2025 kita mulai dan 2026 and beyond kita sudah bebas dari kendaraan ODOL,” ujar AHY.
AHY mengakui bahwa penertiban truk bermuatan berlebih bukan perkara mudah, mengingat kendaraan ODOL kerap dianggap sebagai solusi efisiensi biaya oleh sejumlah pelaku usaha. Namun, di sisi lain, praktik ini menimbulkan risiko besar, baik dari segi kerusakan infrastruktur maupun keselamatan pengguna jalan.